Pura Padharman Ida Dalem Klungkung / Padharman Ksatrya Dalem Bali

Padharman Ida Dalem Klungkung

Seperti Prasada beratap sebelas dibuat dengan batu bata dan pintu masuknya pada atap pertama bertuliskan ”Sang Hyang Eka Twa Dalem Ketut Kepakisan”. Hal ini menunjukkan bahwa di Prasada beratap sebelas ini adalah Padharman dari raja pertama dari keturunan Mpu Kepakisan dari Jawa Timur yang bergelar Ida Dalem Ketut Krsna Kepakisan. Prasada beratap sembilan sebagai Padharman dari Ida Dalem Sri Semara Kepakisan atau sering disebut Dalem Ketut Ngulesir.

Prasada beratap tujuh juga dibuat dari batu bata sebagai Padharman Ida Dalem Baturenggong. Prasada beratap lima sebagai Padharman Ida Dalem Sagening.
Sedangkan Prasada beratap tiga sebagai Padharman Ida Dalem Dimade. Raja yang bergelar Ida Dalem Dimade inilah sebagai Raja terakhir yang bertahta atau purinya di Gelgel atau Sweca Pura. Saat itu, Puri Ida Dalem di Samprangan disebut Linggarsa Pura.

Setelah Ida Dalem Dimade pusat kerajaan berpindah ke Klungkung dengan purinya disebut Smara Pura. Selanjutnya istilah Pura untuk menyebutkan tempat suci seperti Pura Kahyangan, maka pusat kerajaan pun disebut Puri tidak lagi disebut Pura. Di samping Prasada sebagai pelinggih utama terdapat juga dua Pelinggih Gedong beratap ijuk dan ada Meru Tumpang Lima dan Tumpang Tiga.

Sumber: Bali Post


Surat Pembaca

Padharman Ida Dalem Klungkung?
Pada tanggal 25 Juli 2007 lalu Bali Post menurunkan dua tulisan mengungkap aspek padharman, khususnya yang disebut Padharman Ida Dalem Klungkung. Setelah dibaca berulang kali ternyata yang dimaksud Padharman Ksatrya Dalem Bali yang ada di kompleks Pura Luhur Besakih. Karena setelah pusat kerajaan pindah ke Klungkung (Semarapura) dari Gelgel (Swecapura) tidak ada lagi sebutan gelar Dalem untuk para raja, sehingga dengan demikian sebutan Ida Dalem Klungkung terasa aneh.

Dalam tulisan itu dikutip sumber lontar yang menjelaskan waktu berdirinya Padharman Dalem di Besakih seperti Lontar Padma Bhuwana dan Lontar Babad Sukahet yang menjelaskan bahwa padharman itu dibangun pada zaman raja Ida Dalem Waturenggong, dan dibangun secara bertahap. Jika tumpang prasada atau meru dipakai sebagai ukuran, berarti waktu itu baru dibangun dua buah prasada yang bertumpang 11 dan 9, karena Ida Dalem Waturenggong akan memperoleh tumpang 7. Kondisi ini terdapat di dekat Pura Dalem Sagening Klungkung yang disebut Pura Taman Sari, dimana terdapat dua buah meru. Meru tumpang 11 dengan dasar bedawang dari batu dikelilingi oleh kolam yang cukup dalam dengan sebuah piyasan di seberangnya yang dihubungkan dengan jembatan di atas kolam itu. Di sebelahnya terdapat sebuah meru tumpang 9.

Pura Taman Sari itu memperoleh bantuan dan di bawah pengawasan Dinas Purbakala. Kenyataan di Padharman Ksatrya Dalem Bali di Besakih terdapat prasada atau meru dari tumpang 11 sampai ke tumpang 3 dan semuanya itu tempat penghayatan raja yang bergelar Dalem. Jadi dapat dimengerti, bahwa pelinggih itu dibangun pada zaman awal kerajaan Klungkung, karena raja pertama Klungkung Ida I Dewa Agung Jambe adalah putra Dalem Dimade distanakan di meru tumpang 3.

Kini padharman itu memperoleh nama Padharman Ksatrya Dalem Bali, mungkin mengandung makna yang lebih luwes, netral, lebih luas, masih bercirikan kewangsaan secara keseluruhan dengan sebutan nama warga yang berbeda-beda, tetapi tetap satu dan mengakui Puri Klungkung sebagai ikon persatuan.

Dr. I Dewa Ketut Wisnu Putra
Br. Sembung Kumpi, Kec. Kerambitan, Tabanan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *