Balai Omkara Kembar di Besakih
Brahmana pranava
Kurya dadavante sa carvada
Sravatyani krtam puvam
Purastasca visiryati.
(Manawa Dharmasastra, II.74)
Maksudnya:
Hendaknya pengucapan pranava (aksara Om) dilakukan pada permulaan dan penutupan dalam mempelajari Veda. Kalau tidak didahului pengucapan Om maka pelajaran Veda itu akan tergelincir menyasar. Kalau tidak ditutup dengan Om maka pengetahuan Veda itu akan menghilang.
Di Mandala pertama dari Pura Penataran Agung Besakih terdapat dua pelinggih kembar yang disebut oleh masyarakat sebagai Balai Mundar-Mandir. Sesungguhnya pelinggih itu adalah Balai Omkara sebagai simbol sakral dari Aksara Omkara yang juga disebut Pranava Mantra. Pelinggih ini memang kelihatan sangat sederhana terletak di kiri-kanan Candi Kurung memasuki Mandala ketiga Penataran Agung di mana terdapat pelinggih Padma Tiga sebagai pelinggih yang paling utama di Pura Besakih.
Bangunan suci ini bertiang satu dengan atap yang sederhana. Omkara ini memang disebut Bijaksara yang artinya benih asal-usul dari semua Aksara. Mengapa simbol sakral yang menggambarkan kesucian Tuhan tidak ditempatkan di Mandala kedua dari Pura Penataran Agung Besakih ini.
Di Mandala kedua ini terdapat Pelinggih Padma Tiga, Balai Gajah atau Balai Pawedaan, Bale Panjang dengan 24 tiang, Meru Tumpang Sebelas dan Tumpang Sembilan, dst. Bentuk dan penempatan Balai Omkara yang sederhana ini saya yakin sudah mendapat pertimbangan mendalam daripada leluhur umat Hindu di Bali yang mendirikan Pura Besakih ini. Kemewahan bukan cara pendekatan yang harus dilakukan untuk mencapai pendekatan spiritual pada Tuhan. Justru dalam Markandeya Purana dinyatakan bahwa kesederhanaan adalah awal kebijaksanaan.
Balai Omkara di kiri-kanan Candi Kurung Mandala pertama Penataran Agung Besakih ini adalah sebagai simbol Omkara sebagai suatu cara pendekatan mencapai pencerahan rohani pada Tuhan yang diajarkan oleh Veda. Di Mandala pertama ini dilukiskan dengan simbol sakral bagaimana konsep untuk mencapai pendekatan diri pada Tuhan dengan simbol Omkara itu.
Di kiri-kanan tangga Candi Bentar menuju Mandala Pertama Penataran Agung Besakih terdapat arca yang melukiskan tokoh-tokoh pelaku Ramayana dan Mahabharata. Menurut Vayu Purana I.201 dan juga Sarasamuscaya 39 menyatakan bahwa untuk mencapai kesempurnaan Veda hendaknya terlebih dahulu mendalami Itihasa dan Purana. Ini artinya arca di kiri-kanan menuju Candi Bentar Penataran Agung Besakih sebagai tonggak spiritual untuk mengingatkan umat Hindu agar senantiasa mendalami secara terus-menerus Itihasa dan Purana seperti Ramayana dan Mahabharata tersebut. Dengan demikian umat akan terus-menerus mendapatkan inspirasi untuk mengaplikasikan ajaran Veda dalam kehidupan sehari-hari dalam segala aspeknya.
Dari Candi Bentar ini kita memasuki Mandala Pertama dari Pura Penataran Agung Besakih. Kita akan ketemu tiga bangunan yaitu Balai Pegat yang diapit oleh dua Balai Kulkul Kembar. Di depan Balai Pegat ada di kiri dan di kanan areal Mandala Pertama ini balai kesenian yang disebut Balai Pelegongan dan Balai Pegambuhan. Bangunan-bangunan ini memiliki nilai yang sangat dalam dan mengacu pada ajaran suci Veda. Ada Balai Pegat yaitu balai berbentuk segi empat panjang bertiang delapan, dengan ruang dalamnya dibagi atas dua bagian terpisah.
Balai ini sebagai media untuk memercikan Tirtha pengelukatan sebagai sarana untuk memohon perlindungan Tuhan dari berbagai halangan dalam menuju jalan spiritual mencapai Omkara simbol Hyang Widhi Wasa itu. Balai Pegat ini dapat dijadikan sarana untuk bermeditasi memusatkan pikiran pada Omkara sebagai kesadaran rohani dengan memutuskan kesadaran duniawi. Karena itu namanya Balai Pegat. Kata Pegat artinya putus.
Balai Kulkul di kiri-kanan Balai Pegat ini juga sebagai simbol untuk mengembangkan rasa aman pada diri umat baik sebagai individu maupun dalam kehidupan bersama. Kulkul adalah simbol raksanam. Artinya sebagai sarana doa untuk memotivasi umat mendapatkan rasa aman. Dalam Manawa Dharmasastra I.89 ada dinyatakan beberapa kewajiban para ksatria atau pemerintah, di antaranya ada dinyatakan bahwa menciptaan Raksanam dan Danam.
Maksudnya mengupayakan adanya suasana hidup yang mampu memberikan rasa aman (raksanam) dan sejahtera (danam) pada masyarakat. Jadi fungsi kulkul itu bukan dibunyikan untuk membuat kerusuhan. Dengan kata lain adanya kulkul kembar yang mengapit Balai Pegat itu sebagai media untuk memberikan inspirasi kepada umat untuk membangun suasana aman. Suasana aman itu meliputi aman secara duniawi dan aman secara rokhani. Karena itu kulkul-nya dibuat kembar.
Di depan Balai Kulkul kembar itu ada Balai Kesenian yang disebut Balai Pelegongan dan Balai Pegambuhan. Ini juga mengandung makna bahwa untuk mencapai kesucian Hyang Widhi dengan jalan Veda hendaknya melalui proses yang indah atau Sundaram. Mantra Veda itu sebagai sumber kebenaran dan kesucian atau Satyam dan Siwam harus diwujudkan menjadi keharmonisan atau Sundaram.
Dengan kata lain keharmonisan akan dapat memberi kontribusi positif pada kehidupan bersama apabila keharmonisan itu sebagai perwujudan Satyam dan Siwam. Kalau ada keharmonisan yang diwujudkan dengan pelaksanaan kekuasaan yang ketat dan keras dan tidak demokratis, keharmonisan itu adalah suatu stabilitas hidup yang palsu. Karena keharmonisan itu dengan menekan kemerdekaan rakyat untuk berkreasi.
Berbagai wujud bangunan suci di Mandala pertama Penataran Agung Besakih sebagai visualisasi ajaran suci Veda untuk menuntun umat dalam melakukan bakti pada Tuhan. Dari arca Ramayana dan Mahabharata amat sesuai dengan ajaran Vayu Purana dan Sarasamuscaya. Demikian juga tentang adanya Balai Pegat sebagai visualisasi intisari dari ajaran Yoga yang mengajarkan tentang pemusatan pikiran (Dhyana) pada Tuhan Siwa.
Demikian juga tentang adanya balai kesenian sebagai visualisasi bahwa untuk mencapai kesucian dan kebenaran Tuhan haruslah dengan cara yang indah atau seni. Bukan dengan cara-cara kekerasan. Dengan tahapan itulah umat manusia baru bisa berkonsentrasi pada Tuhan yang disimbolkan dengan Omkara.
* I Ketut Gobyah
Sumber: Bali Post