Pura Merajan (Sanggah Pamerajan)

Sanggah Pamerajan

oleh: Bhagawan Dwija

Sanggah Pamerajan berasal dari kata:

  • Sanggah, artinya Sanggar= tempat suci;
  • Pamerajan berasal dari Praja= keluarga.

Jadi Sanggah Pamerajan artinya = tempat suci bagi suatu keluarga tertentu. Untuk singkatnya orang menyebut secara pendek: Sanggah, atau Merajan. Tidak berarti bahwa Sanggah untuk orang Jaba, sedangkan Merajan untuk Triwangsa. Yang satu ini kekeliruan di masyarakat sejak lama, perlu diluruskan.


Menurut bentuknya Sanggah Pamerajan, ada tiga versi:

  1. Yang dibangun mengikuti konsep Mpu Kuturan (Trimurti); maka pelinggih yang letaknya di ‘hulu’ (kaja-kangin) adalah pelinggih Kemulan (Rong Tiga, Dua, Satu), tidak mempunyai pelinggih Padmasana / Padmasari.
  2. Yang dibangun mengikuti konsep Danghyang Nirarta (Tripurusha); maka pelinggih yang letaknya di ‘hulu’ (kaja-kangin) adalah pelinggih Padmasana / Padmasari, sedangkan pelinggih Kemulan tidak berada di Utama Mandala.
  3. Kombinasi keduanya; biasanya dibangun setelah abad ke-14, maka pelinggih Padmasana / Padmasari tetap di ‘hulu’, namun di sebelahnya ada pelinggih Kemulan.

Trimurti, adalah keyakinan stana Sanghyang Widhi sesuai dengan Ang – Ung – Mang (AUM = OM) atau Brahma, Wisnu, Siwa, adalah kedudukan Sanghyang Widhi dalam posisi horizontal, dimana Brahma di arah Daksina, Wisnu di Uttara, dan Siwa di Madya.

Tripurusha, adalah keyakinan stana Sanghyang Widhi sesuai dengan Siwa – Sada Siwa – Parama Siwa, adalah kedudukan Sanghyang Widhi dalam posisi vertikal, dimana Parama Siwa yang tertinggi kemudian karena terpengaruh Maya menjadilah Sada Siwa, dan Siwa.


Yang mana yang baik / tepat ?

  1. Menurut keyakinan anda masing-masing.
  2. Namun ada acuan, bahwa konsep Mpu Kuturan disebarkan di Bali pada abad ke-11. Konsep Danghyang Nirarta dikembangkan di Bali sejak abad ke-14, berdasarkan wahyu yang diterima beliau di Purancak / Jembrana.
  3. Jadi menurut pendapat saya, memakai kedua konsep, atau kombinasi a dan b adalah yang tepat karena kita menghormati kedua-duanya, dan kedua-duanya itu benar, mengingat Sanghyang Widhi ada di mana-mana, baik dalam kedudukan horizontal maupun dalam kedudukan vertikal.

Namun demikian tidaklah berarti Sanggah Pamerajan yang sudah kita warisi berabad-abad lalu dibongkar, karena dalam setiap upacara, toh para Sulinggih sudah ‘ngastiti’ Bhatara Siwa Raditya (Tripurusha) dan juga Bhatara Hyang Guru (Trimurti).


Sanggah Pamerajan dibedakan menjadi 3:

  1. Sanggah Pamerajan Alit (milik satu keluarga kecil)
  2. Sanggah Pamerajan Dadia (milik satu soroh terdiri dari beberapa ‘purus’ (garis keturunan)
  3. Sanggah Pamerajan Panti (milik satu soroh terdiri dari beberapa Dadia dari lokasi Desa yang sama),

Dengan palinggih di Sanggah Pamerajan (SP) seperti:

  1. Sanggah Pamerajan Alit
    • Padmasari
    • Kemulan Rong Tiga
    • Taksu
  2. Sanggah Pamerajan Dadia
    • Padmasana
    • Kemulan Rong Tiga
    • Limas Cari
    • Limas Catu
    • Manjangan Saluang
    • Pangrurah
    • Saptapetala
    • Taksu
    • Raja Dewata
  3. Sanggah Pamerajan Panti
    • Sanggah Pamerajan Dadia, ditambah dengan
    • Meru atau Gedong palinggih Bhatara Kawitan

Palinggih-palinggih lainnya yang tidak teridentifikasi seperti tersebut di atas, disebut ‘pelinggih wewidian’ yaitu pelinggih yang berhubungan dengan sejarah hidup leluhur di masa lampau, misalnya mendapat paica, atau kejumput oleh Ida Bhatara di Pura lain, misalnya dari Pura Pulaki, Penataran Ped, Bukit Sinunggal, dll, maka dibuatkanlah pelinggih khusus berbentuk limas atau sekepat sari.

Pada beberapa Sanggah Pamerajan sering dijumpai pelinggih wewidian ini jumlahnya puluhan, berjejer. Namun disayangkan karena leluhur kita di masa lampau terkadang lupa menuliskan riwayat hidup beliau, sehingga keturunannya sekarang banyak yang tidak tahu, pelinggih apa saja yang ada di Sanggah Pamerajannya.


Pelinggih-pelinggih umum yang terdapat di Sanggah Pamerajan adalah stana dalam niyasa Sanghyang Widhi dan roh leluhur yang dipuja:

  1. Padmasana / Padmasari
    Sanghyang Tri Purusha, Sanghyang Widhi dalam manifestasi sebagai Siwa – Sada Siwa – Parama Siwa.
  2. Kemulan Rong Tiga
    Sanghyang Trimurti, Sanghyang Widhi dalam manifestasi sebagai Brahma – Wisnu – Siwa atau disingkat Bhatara Hyang Guru.
    Ada juga kemulan rong 1 (Sanghyang Tunggal), rong 2 (Ardanareswari), rong 4 (Catur Dewata), rong 5 (Panca Dewata)
  3. Sapta Petala
    Sanghyang Widhi dalam manifestasi sebagai pertiwi dengan tujuh lapis: patala, witala, nitala, sutala, tatala, ratala, satala.
    Sapta petala juga berisi patung naga sebagai symbol naga Basuki, pemberi kemakmuran.
  4. Taksu
    Sanghyang Widhi dalam manifestasi sebagai Bhatari Saraswati (sakti Brahma) penganugrah pengetahuan.
  5. Limascari dan Limascatu
    Sanghyang Widhi dalam manifestasi sebagai ardanareswari: pradana – purusha, rwa bhineda.
  6. Pangrurah
    Sanghyang Widhi sebagai manifestasi Bhatara Kala, pengatur kehidupan dan waktu.
  7. Manjangan Saluwang
    Palinggih sebagai penyungsungan Mpu Kuturan, mengingat jasa-jasa beliau yang mengajegkan Hindu di Bali.
  8. Raja Dewata
    Palinggih roh para leluhur (dibawah Bhatara Kawitan)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *