BAB IV
HUBUNGAN PURA BUKIT SARI
DENGAN PURA YANG LAIN SERTA
PERJALANAN SUCI RATU SAKTI DAN NUNAS PASUPATI
- Hubungan Pura Bukit Sari:
Seperti layaknya pura-pura yang lain di Bali Pun: Bukit Sari Pucung juga mempunyai hubungan atau keterkaitan dengan dengan pura yang lainnya seperti terkait dengan :
- Pura Pucak Sangkur
- Pura Jati Batur
- Pura Purusada – Kapal.
- Pura Alas Sari – Sangeh.
- PuraUluwatu.
- Pura Pucak Kembar – Pacung.
Hubungan Pura Bukit Sari dengan pura-pura yang lain seperti tersebut di atas tersirat di dalam Purana (halaman 7b)
…………… , ngku kadinatah Hyang Siwa Pasupati, gawyanen ikang stanangku, gawenen pamujan Pucak Wukit Sari, haneng Wukit Sangkur. Wukit Jati, Prasada Kapal, ngku asung stana teki, nghing gawyanen stana lingga mareng Wana Sari Sangeh, mangkana ranak, ………. dan seterusnya.
Dari penggalan purana itu tersirat bahwa semua tempat suci tersebut mempunyai hubungan/korelasi yang erat, kenapa demikian karena baik di Bukit Sari, Wukit Sangkur, Bukit Jati. Prasada Kapal merupakan lingga stana Sanghyang Siwa Pasupati, sedangkan hubungan dengan Bukit Uluwatu dan Hutan Sari Sangeh keterkaitan dengan lambang kesuburan alam semesta ini khususnya di pulau Bali, karena kesuburan tidak terlepas dari pengaruh waranugraha Sanghyang Siwa Pasupati sebagai penguasa makhluk hidup. Sehingga dengan demikian Pura Bukit Sari berkaitan erat dengan pura-pura tersebut di atas bila ditinjau dari segi purana. Sedangkan hubungannya dengan Pura Pucak Kembar yang juga terletak di Desa Pacung, seperti tersurat di dalam Purana,
………. Wukit Sari, Gunung Pucak kembar, ika mangdadhya tunggil rikaswenya, ……….. dan seterusnya.
Dari ungkapan ini tersirat pengertian bahwa antara Pura Bukit Sari dengan Pura Pucak Kembar, di samping secara geografis terletak dalam satu wilayah, namun kenyataannya setiap ada rangkaian pujawali di Pura Pucak Kembar selalu juga mempermaklumkan dengan menghaturkan piuning di Pura Bukit sari, demikian juga tapakan Nawa Sangga yang berstana di Pura Pucak Kembar bila tedhun ke jaba kutha selalu diawali dengan Nunas Pahyang-hyang di Pura Bukit Sari, karena di dalam purana disebutkan keberadaanya adalah satu. Selanjutnya kenapa nama pura diimbuhi dengan istilah pucak, sebutan-ini sangatlah wajar senerti pula dengan pura-pura yang lainnya seperti : Pura Pucak Padang Dawa, Pura Pucak Kembar, Pura Pucak Bukit Gede, Pura Pucak Mangu dan lain-lain, pura ini juga sering diimbuhi dengan sebutan Pucak karena keberadaan Pura tepat berada pada bagian paling tinggi dari bukit aiau gunung dimana pura bersangkutan dibangun, yang perlu diingat adalah Puncak dalam bahasa Bali berarti Pucak (ujung paling atas).
- Perjalanan suci :
– Seperti layaknya di jaman dahulu bahwa kebanyakan suatu pura yang berdiri di pulau Bali adalah tidak terlepas dari perjalanan suci seorang Brahmana, raja atau golongan ksatria (di luar konsep Mpu Kuturan mengenai kahyangan Tiga tidak terkecuali Pura Bukit Sari – Pacung. Tentang berdirinya pura ini tidak terlepas dari perjalanan suci Ratu Sakti dan Arya Sentong yang berwarna ksatria, lalu kenapa seorang ksatria melalukan perjalanan suci, yang secara umum dilakukan kaum Brahmana, mulailah kita simak uraian berikut ini :
Kata ksatria berasal dari bahasa Sanskerta yang aslinya suatu susunan pemerintahan, atau juga berarti pomerintah (ruler), prajurit, daerah, keunggulan, kekuasaan dan kekuatan. Memang (ungsi ksatria dalam catur warna adalah pemimpin pemerintahan, dimana untuk memerintah memerlukan kekuasaan, kekuasaan itu memerlukan kekuatan.
- P Bhambhri dalam bukunya Substance of Hindu Polity mengartikan kala ksatria atau Ksatrasri sebagai kedaulatan (sovereignty). Jadi seorang ksatria untuk dapat memerintah harus punya kekuasaan dan kekuatan yang berdaulat. Yang dimaksud dengan kekuatan dalam hal ini, bukan saja kekuatan fisik tetapi yang lebih utama adalah kekuatan rohani vann berupa kekuatan iman yaitu menghubungkan diri dengan Yang Maha Kuasa, kekuatan pikiran (intelegensya), serta semangat tinggi dalam memimpin masyarakat untuk membangun tempat suci dengan kekuatan rohaninya.
Pandangan ini didasarkan pada keterangan Manawa Dharmasastra II sloka 31. yang menyebutkan atau untuk golongan warna ksatria nama-namanya hendaknya menggunakan kata-kata yang mengandung arti kekuatan seperti tersebut di atas. Hal yang sama juga diuraikan dalam Bhagavadgita XVIII, 43 dan sarasamuccaya, 58.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dimana Ratu Sakti dan arya Sentong mempunyai kekuatan rohani dan kekuatan memimpin suatu masyarakat di dalam membangun tempat suci, seperti yang terjadi di Bukit Sari -Pacung, di tempat itu ia bersama-sama dengan masyarakat menghimpun kekuatan untuk mewujudkan cita-citanya seperti apa yang diamanatkan oleh Sanghyung Siwa Pasupati yang diterima dalam bentuk sabdha suci untuk membangun kahyangan di Bukit Sari. Hingga dengan demikian Pura Bukit Sari yang ada di Desa Pacung berdiri karena perjalanan suci dari kedua tokoh tersebut bersama-sama dengan masyarakat desa Pacung tatkala itu, hingga akhirnya pura ini secara resmi berdiri pada tahun 1432 saka atau tahun 1510 masehi, sebagai tempat memuja Sanghyang Siwa Pasupati.