Drama dan tari tidak dapat dipisahkan. Keduanya seperti dua warna permukaan daun sirih, sama-sama mengandung rasa dan aroma yang tidak berbeda. Budaya Bali memiliki banyak sekali ragam kesenian Drama dan Tari. Ini menunjukkan bahwa budaya kita sangat beradab. Drama dan tari penuh dengan simbol-simbol. Baik simbol dari kehidupan nyata maupun simbol kehidupan alam lain dan mimpi-mimpi. Hanya peradaban manusia yang mengerti arti simbol. Simbolisme yang digambarkan oleh para seniman drama dan tari di Bali sangat komunikatif. Tidak hanya menghibur hati, tetapi dapat memberikan pedoman yang mudah dicerna tentang benar dan salah, tentang baik dan buruk. Drama dan tari tidak hanya menghubungkan nalar dan rasa antar manusia, tetapi juga menghubungkan alam sekala dan niskala manusia secara harmonis dan estetis. Mengalir terus dipenuhi dengan inovasi baru yang tak pernah terbendung.
Inilah jenis dan macam-macam drama dan tari yang terkumpul sampai saat ini. Masih banyak yang belum terisi, semoga cepat dapat kami lengkapi. Diurutkan menurut abjad:
- Abuang : merupakan tari hiburan dalam upacara penyimpanan Bhatara Bagus Selonding atau disebut upacara ngalemekin, yang ditampilkan sehari setelah upacara tersebut dan tari ini terdapat di desa Tenganan.
- Arja
Nama Arja di duga berasal dari kata Reja (bahasa sansekerta) yang berarti keindahan. Arja adalah semacam opera khas Bali, merupakan sebuah dramatari yang dialognya ditembangkan secara macapat. Dramatari Arja ini adalah salah satu kesenian yang sangat digemari di kalangan masyarakat.
Arja diperkirakan muncul pada tahun 1820an, pada masa pemerintahan raja Klungkung I Dewa Agung Sakti. Tiga fase penting dalam perkembangan Arja adalah:
- munculnya Arja Doyong (Arja tanpa iringan gamelan, dimainkan oleh satu orang).
- Arja Gaguntangan (yang memakai gamelan Gaguntangan dengan jumlah pelaku lebih dari satu orang).
- Arja Gede ( yang dibawakan oleh antara 10 sampai 15 pelaku dengan struktur pertunjukan yang sudah baku seperti yang ada sekarang).
Gamelan yang biasa dipakai mengiringi Arja disebut Gaguntangan yang bersuara lirih dan merdu sehingga dapat menambah keindahan tembang yang dilantunkan oleh para penari.
Sumber lakon Arja yang utama adalah cerita Panji (Malat), kemudian lahirlah sejumlah cerita seperti Bandasura, Pakang Raras, Linggar Petak, I Godogan, Cipta Kelangen, Made Umbara, Cilinaya dan Dempu Awang yang dikenal secara luas oleh masyarakat.
Arja juga menampilkan lakon-lakon dari cerita rakyat seperti Jayaprana, Sampik Ingtai, Basur dan Cupak Grantang serta beberapa lakon yang diangkat dari cerita Mahabharata dan Ramayana. Lakon apapun yang dibawakan Arja selalu menampilkan tokoh-tokoh utama yang meliputi Inya, Galuh, Desak (Desak Rai), Limbur, Liku, Panasar, Mantri Manis, Mantri Buduh dan dua pasang punakawan atau Panasar kakak beradik yang masing – masing terdiri dari Punta dan Kartala. Hampir semua daerah di Bali masih memiliki grup-grup Arja yang masih aktif.
Menjelang berakhirnya abad XX lahir Arja Muani, pemainnya semua pria, sebagian memerankan wanita. Arja ini disambut dengan sangat antusias oleh masyarakat karena, menghadirkan komedi segar.
- Baris Sebagai tarian upacara, sesuai dengan namanya “Baris” yang berasal dari kata bebaris yang dapat diartikan pasukan maka tarian ini menggambarkan ketangkasan pasukan prajurit. Tari ini merupakan tarian kelompok yang dibawakan oleh pria, umumnya ditarikan oleh 8 sampai lebih dari 40 penari dengan gerakan yang lincah cukup kokoh, lugas dan dinamis, dengan diiringi Gong Kebyar dan Gong Gede. Setiap jenis, kelompok penarinya membawa senjata, perlengkapan upacara dan kostum dengan warna yang berbeda, yang kemudian menjadi nama dari jenis- jenis tari Baris yang ada. Tari-tarian Baris yang masih ada di Bali antara lain:1. Baris Katekok JagoBaris yang membawa senjata tombak poleng (tombak yang tangkainya berwarna hitam dan putih) dan berbusana loreng hitam putih ditarikan dalam upacara Pitra Yadnya (Ngaben). Umumnya ada di daerah Badung dan Kodya Denpasar. Sedang tarian Baris sejenis di Buleleng disebut Baris Bedug dan di Gianyar disebut Baris Poleng.2. Baris TumbakBaris yang membawa senjata tombak dan berbusana awiran berlapis – lapis ditarikan dalam upacara Dewa Yadnya, banyak dijumpai di daerah Badung, Bangli dan Gianyar.3. Baris DadapBaris yang membawa senjata dapdap (semacam perisai), gerakannya lebih lembut dari jenis-jenis tari Baris lainnya dan penarinya menari sambil menyayikan tembang berlaras slendro dengan diiringi gamelan Angklung yang juga berlaras slendro dan ditarikan dalam upacara Dewa Yadnya kecuali di daerah Tabanan ditarikan dalam upacara Pitra Yadnya, banyak dijumpai didaerah Bangli,Buleleng, Gianyar dan Tabanan.4. Baris PresiPara penari baris ini membawa senjata keris, dan sejenis perisai yang dinamakan presi. Diadakan dalam kaitannya dengan upacara Dewa Yadnya. Banyak dijumpai di daerah Bangli dan Buleleng.5. Baris PendetTari baris yang para penarinya tampil tanpa membawa senjata perang melainkan sesaji (canang sari), ditarikan dalam upacara Dewa Yadnya. Di desa Tanjung Bungkak (Denpasar) penari baris ini membawa canang yang disebut canang oyod dan pada bagian akhir tariannya, para penari menari menggunakan kipas sambil “ma-aras-arasan” atau bersuka ria.6. Baris BajraBaris yang membawa senjata gada dengan ujungnya berbentuk bajra (seperti gada Bhima) dan ditarikan dalam upacara Dewa Yadnya serta dapat dijumpai di daerah Bangli dan Buleleng.7. Baris TamiangBaris yang membawa senjata keris dan perisai yang dinamakan Tamiang, dapat dijumpai di daerah Badung8. Baris Kupu-KupuSesuai dengan temanya, tari Baris ini melukiskan kehidupan binatang kupu-kupu dan penarinya mengenakan sayap kupu-kupu, gerakannya lincah dan dinamis menirukan gerak-gerik kupu-kupu. Hingga kini tari ini ada di desa Renon dan Lebah (Denpasar)9. Baris BedilBaris ini ditarikan oleh beberapa pasang penari yang membawa imitasi senapan berlaras panjang (bedil) terbuat dari kayu, ditampilkan dalam upacara Dewa Yadnya dan terdapat di daerah Klungkung, Bangli dan Badung.10. Baris CinaTari Baris ini diduga mendapat pengaruh budaya Cina, keunikannya terlihat dari tata busana (celana panjang dengan baju lengan panjang, selempang kain sarung, bertopi, berkacamata hitam serta memakai senjata pedang), geraknya (mengambil gerakan pencak silat), dan iringannya (gamelan Gong Bheri yaitu Gong tanpa moncol). Tarian ini menggambarkan pasukan juragan asal tanah Jawa yang datang ke Bali. Tarian ini ditampilkan dalam upacara Dewa Yadnya dan terdapat di desa Renon dan Belanjong, Sanur (Denpasar).11. Baris CendekanBaris ini ditarikan oleh beberapa pasang penari yang membawa senjata tombak yang pendek (cendek), ditampilkan dalam upacara Dewa Yadnya.12. Baris PanahBaris ini ditarikan oleh beberapa pasang penari yang membawa senjata panah dan ditampilkan dalam upacara Dewa Yadnya, terdapat di daerah Buleleng dan di Bangli.13. Baris JangkangBaris ini ditarikan oleh penari-penari yang membawa senjata tombak panjang, ditampilkan dalam upacara Dewa Yadnya dan terdapat di daerah Bangli, Gianyar, dan Klungkung (Nusa Penida).14. Baris GayungBaris ini ditarikan oleh sekelompok penari yang terdiri dari para pemangku dengan membawa gayung atau cantil (alat untuk membawa air suci), ditampilkan dalam upacara Dewa Yadnya dan terdapat di daerah Bangli, Gianyar serta Badung.15. Baris DemangDitarikan oleh sekelompok penari yang menggambarkan tokoh Demang (salah satu dari tokoh Pagambuhan) dalam drama tari klasik Gambuh dengan senjatanya pedang, tumbak, panah dan lain-lainnya. Tari Baris ini terdapat di daerah Buleleng.16. Baris CerekuakTarian yang menggambarkan gerak-gerik sekelompok burung air (cerekuak) ketika mencari kekasihnya, burung manuk dewata. Para penarinya memakai busana babuletan (kain yang dicawatkan sampai di atas lutut) dengan hiasan dari daun- daunan pada sekujur tubuh dan kepala, hanya ditampilkan dalam upacara Pitra Yadnya (Ngaben) dengan Gamelan pengiringnya Batel Gaguntangan. Tarian baris tersebut terdapat di daerah Tabanan.17. Baris MamediTarian ini menggambarkan sekelompok roh halus (mamedi) yang hidup ditempat angker seperti kuburan, para penarinya memakai busana yang terbuat dari dedaunan dan ranting yang diambil dari kuburan. Gamelan pengiring tarinya gamelan Balaganjur. Tarian diselenggarakan dalam rangka upacara Pitra Yadnya (ngaben) dan terdapat di daerah Tabanan.18. Baris KetujengTari ini menggambarkan sekelompok roh halus yang hidup di tempat angker yang dimaksudkan sebagai tari pengantar atman orang yang meninggal menuju sorga, dibawakan oleh sekelompok penari yang mengenakan busana dari dedaunan. Tari baris ini dipertunjukan dalam upacara Pitra Yadnya (Ngaben).19. Baris GowakTarian yang melukiskan peperangan antara pasukan Tegal Badeng (Badung) dengan sekelompok burung gagak pembawa kematian, di mana beberapa pasang penarinya memerankan prajurit Tegal Badeng dan yang lainnya sebagai sekelompok burung gagak dengan kostum yang memakai sayap. Tarian ini sangat disucikan oleh masyarakat desa Selulung, Kintamani (Bangli) dan terdapat dalam Upacara Dewa Yadnya.20. Baris OmangTari Baris yang mempergunakan senjata tombak tetapi gerakannya perlahan-lahan seperti jalannya siput (Omang)21. Baris JojorTarian baris yang ditarikan sekelompok penari dengan membawa senjata Jojor (tombak bertangkai panjang) terdapat dalam upacara Dewa Yadnya dan ada di daerah Buleleng, Bangli dan Karangasem
22. Baris Kuning
Merupakan tarian upacara Dewa Yadnya yang ditarikan oleh sekelompok penari pria yang berbusana serba kuning dan bersenjatakan keris dan tamiang (perisai), terdapat di daerah Buleleng.23. Baris Tengklong
Tari yang dibawakan oleh sekelompok penari dengan senjata pedang, gerakannya dinamis, perkasa dan mendekati gerakan pencak silat. Khusus ditampilkan dalam upacara di Pura Penambangan Badung, tepatnya di desa Pamedilan Kodya Denpasar.24. Baris Kelemet
Tarian ini dibawakan oleh sekelompok penari yang memerankan para nelayan, dengan senjata semacam dayung dan menggambarkan orang naik sampan di laut untuk menangkap ikan, tari ini ada dalam upacara Dewa Yadnya dan terdapat di daerah Badung. - Barong Tarian ini merupakan peninggalan kebudayaan Pra Hindu yang menggunakan boneka berwujud binatang berkaki empat atau manusia purba yang memiliki kekuatan magis.Topeng Barong dibuat dari kayu yang diambil dari tempat-tempat angker seperti kuburan, oleh sebab itu Barong merupakan benda sakral yang sangat disucikan oleh masyarakat Hindu di Bali. Pertunjukan tari ini dengan atau tanpa lakon, selalu diawali dengan pertunjukan pembuka, yang diiringi dengan gamelan yang berbeda-beda seperti Gamelan Gong Kebyar, Gamelan Babarongan, dan Gamelan Batel. Jenis-jenis Barong yang hingga kini masih ada di Bali adalah sebagai berikut :
- Barong KetBarong Ket atau Barong Keket adalah tari Barong yang paling banyak terdapat di Bali dan paling sering dipentaskan serta memiliki pebendaharaan gerak tari yang lengkap. Dari wujudnya, Barong Ket ini merupakan perpaduan antara singa, macan, sapi atau boma. Badan Barong ini dihiasi dengan ukiran-ukiran dibuat dari kulit, ditempel kaca cermin yang berkilauan dan bulunya dibuat dari perasok (serat dari daun sejenis tanaman mirip pandan), ijuk atau ada pula dari bulu burung gagak.
Untuk menarikannya Barong ini diusung oleh dua orang penari yang disebut Juru Saluk / Juru Bapang, satu penari di bagian kepala dan yang lainnya di bagian pantat dan ekornya. Tari Barong Keket ini melukiskan tentang pertarungan kebajikan (dharma) dan keburukan (adharma) yang merupakan paduan yang selalu berlawanan (rwa bhineda). Tari Barong Ket diiringi dengan gamelan Semar Pagulingan. - Barong GajahBarong ini menyerupai gajah, ditarikan oleh dua orang dan termasuk jenis barong yang langka sehingga dikeramatkan warga masyarakat pengemongnya. Dipentaskannya secara berkeliling desa (ngelelawang) tanpa membawakan lakon dan diiringi dengan gamelan batel/ tetamburan. Barong ini terdapat di daerah Gianyar, Tabanan, Badung dan Bangli.
- Barong BangkalBangkal artinya babi besar yang berumur tua, oleh sebab itu Barong ini menyerupai seekor bangkal atau bangkung, Barong ini biasa juga disebut Barong Celeng atau Barong Bangkung. Umumnya dipentaskan dengan berkeliling desa (ngelelawang) oleh dua orang penari pada hari-hari tertentu yang dianggap keramat atau saat terjadinya wabah penyakit menyerang desa tanpa membawakan sebuah lakon dan diiringi dengan gamelan batel / tetamburan.
- Barong MacanSesuai dengan namanya, Barong ini menyerupai seekor macan dan termasuk jenis barong yang terkenal di kalangan masyarakat Bali. Dipentaskannya dengan berkeliling desa dan adakalanya dilengkapi dengan suatu dramatari semacam Arja serta diiringi dengan gamelan batel.
- Barong AsuBarong ini menyerupai anjing (asu) dan termasuk jenis Barong yang langka, hanya terdapat di beberapa desa di daerah Tabanan dan Badung. Biasanya dipentaskan dengan berkeliling desa (ngelelawang) pada hari-hari tertentu tanpa lakon dengan diiringi gamelan batel / tetamburan atau Balaganjur.
- Barong LandungBarong ini mula-mula dipakai untuk mengelabui barisan makhluk halus ganas yang menebar segala bencana penyakit dan marabahaya ke perkampungan penduduk Bali. Makhluk-makhluk halus tersebut dipercaya sebagai anak buah dan hulubalang Ratu Gede Mecaling yang menyeberangi lautan dari Nusa Penida. Oleh seorang pendeta sakti, kemudian penduduk disarankan untuk membuat patung yang mirip sang majikan, tinggi besar, hitam dan bertaring, dan diberi nama Jero Gede Mecaling, atau Ratu Mecaling. Karena itu masyarakat segera membuat tiruan Jero Gede Mecaling dan mengaraknya berkeliling kampung untuk membuat para makhluk halus itu takut dan menyingkir. Sirnalah segala macam penderitaan yang menghantui penduduk selama ini. Untuk penghormatan kepada tiruan Jero Gede, dibuatlah pasangannya yang biasa dipanggil Jero Luh. Kedua Barong Landung itu sering dihibur, diajak berjalan-jalan dan dibuatkan keramaian supaya bisa menari dan bersenang-senang.
Tinggi Barong Landung itu kira-kira dua kali ukuran manusia. Orang yang memperagakannya mendapat penglihatan melalui celah-celah yang dianyam di bagian perut sang Barong.
Di beberapa tempat di Bali ada juga Barong Landung yang lebih lengkap dari pada yang hanya sepasang saja, tetapi ada yang diberi peran seperti Mantri, Galuh, Limbur dan sebagainya. Mereka dipakai sebagai anggota dalam pementasan yang membawakan lakon Arja (terutama didaerah Badung) dan diiringi dengan gamelan Batel.
- Barong BrutukTarian yang langka, menggambarkan makhluk-makhluk suci (para pengiring Ida Ratu Pancering Jagat) yang berstana di Pura Pancering Jagat, Trunyan. Penarinya adalah remaja yang telah disucikan dan mengenakan busana yang terbuat dari daun pisang kering (keraras), memakai topeng dari batok kelapa, setiap orang membawa cambuk yang dimainkan sambil berlari-lari mengelilingi pura, diiringi dengan gamelan Balaganjur / Babonangan. Barong ini terdapat di daerah Trunyan-Kintamani (Bangli).
- Barong KedingklingBarong ini disebut juga Barong Blasblasan, pementasannya secara ngelelawang, para penarinya hanya mengenakan topeng Wayang Wong dengan lakon cuplikan-cuplikan dari cerita Ramayana terutama adegan perang dan setiap tokoh dimainkan oleh satu orang penari yang masih anak-anak, dipentaskan pada hari-hari Raya Galungan maupun Kuningan diiringi dengan gamelan batel dan ada pula yang semacam babonangan (gamelan batel yang dilengkapi dengan reyong). Barong ini terdapat di daerah Gianyar, Bangli dan Klungkung.
- Barong Lembu
- Barong kambing
- Barong Gagombrangan
- Barong Sai
- Sumber:
- gambar barong ket dari moeclazh.blogspot.co.id
- gambar barong gajah, bangkal, macan dari kadeksatria.wordpress.com
- gambar barong brutuk dari balimegacultures.wordpress.com
- Barong Ket
- Cak
Dramatari Cak adalah sebuah dramatari Bali yang penarinya berkisar antara 50 sampai 150 orang penari yang sebagian besar adalah pria, mereka menari dengan membuat paduan suara, “cak, cak, cak” yang irama ditata sedemikian rupa, sehingga menghasilkan suatu paduan yang sangat harmonis, diselingi dengan beberapa aksen dan ucapan-ucapan lainnya.
Semula cak ini adalah bagian dari pada Tari Sanghyang, namun semenjak kira-kira tahun 1930an memisahkan diri dan menjadi suatu bentuk pertunjukan menyendiri dengan mengambil lakon Ramayana.
Busana khas dari Cak ini adalah busana “babuletan” (kain yang dipakai secara dicawatkan), memakai kampuh poleng (putih hitam). Lampu untuk pertunjukan Cak dinamakan “panyembeyan” yang ditata sedemikian rupa berbentuk candi – candian.
- Calonarang Dramatari ritual magis yang melakonkan kisah-kisah yang berkaitan dengan ilmu sihir, ilmu hitam maupun ilmu putih, dikenal dengan Pangiwa / Pangleyakan dan Panengen. Lakon-lakon yang ditampilkan pada umumnya berakar dari cerita Calonarang, sebuah cerita semi sejarah dari zaman pemerintahan raja Airlangga di Kahuripan (Jawa timur) pada abad ke IX. Cerita lain yang juga sering ditampilkan dalam drama tari ini adalah cerita Basur, sebuah cerita rakyat yang amat populer dikalangan masyarakat Bali. Karena pada beberapa bagian dari pertunjukannya menampilkan adegan adu kekuatan dan kekebalan (memperagakan adegan kematian bangke-bangkean, menusuk rangda dengan senjata tajam secara bebas) maka Calonarang sering dianggap sebagai pertunjukan adu kekebalan (batin).
Dramatari ini pada intinya merupakan perpaduan dari tiga unsur penting, yakni Babarongan diwakili oleh Barong Ket, Rangda dan Celuluk, Unsur Pagambuhan diwakili oleh Condong, Putri, Patih Manis (Panji) danPatih Keras (Pandung) dan Palegongan diwakili oleh Sisiya-sisiya (murid-murid). Tokoh penting lainnya dari dramatari ini adalah Matah Gede dan Bondres. Karena pagelaran dramatari ini selalu melibatkan Barong Ketmaka Calonarang sering disamakan dengan Barong Ket. Pertunjukan Calonarang bisa diiringi dengan Gamelan Semar Pagulingan, Bebarongan, maupun Gong Kebyar. Dari segi tempat pementasan, pertunjukan Calonarang biasanya dilakukan dekat kuburan (Pura Dalem) dan arena pementasannya selalu dilengkapi dengan sebuah balai tinggi (trajangan atau tingga) dan pohon pepaya. - Drama Gong
Drama Gong adalah sebuah bentuk seni pertunjukan Bali yang masih relatif muda usianya yang diciptakan dengan jalan memadukan unsur-unsur drama modern (non tradisional Bali) dengan unsur-unsur kesenian tradisional Bali. Dalam banyak hal Drama Gong merupakan pencampuran dari unsur-unsur teater modern (Barat) dengan teater tradisional (Bali). Nama Drama Gong diberikan kepada kesenian ini oleh karena dalam pementasannya setiap gerak pemain serta peralihan suasana dramatik diiringi oleh gamelan Gong (Gong Kebyar). Drama Gong diciptakan sekitar tahun 1966 oleh Anak Agung Gede Raka Payadnya dari desa Abianbase (Gianyar). Diakui oleh penciptanya bahwa Drama Gong yang diciptakan dengan memadukan unsur-unsur drama tari tradisional Bali seperti Sendratari, Arja, Prembon dan Sandiwara dimaksudkan sebagai sebuah prembon (seni campuran) modern.
Unsur-unsur teater modern yang dikawinkan dalam Drama Gong antara lain :
- tata dekorasi
- penggunaan sound efect
- akting
- tata busana
Karena dominasi dan pengaruh kesenian klasik atau tradisional Bali masih begitu kuat, maka semula Drama Gong disebut “drama klasik“.
Adalah I Gusti Bagus Nyoman Panji yang kemudian memberikan nama baru (Drama Gong) kepada kesenian ini berdasarkan dua unsur baku (drama dan gamelan gong) dari kesenian ini. Patut dicatat bahwa sebelum munculnya Drama Gong di Bali telah ada Drama Janger, sebuah kesenian drama yang menjadi bagian dari pertunjukan tari Janger. Dalam banyak hal, drama Janger sangat mirip dengan Sandiwara atauStambul yang ada dan populer sekitar tahun 1950.
Drama Gong adalah sebuah drama yang pada umumnya menampilkan lakon-lakon yang bersumber pada cerita-cerita romantis seperti cerita Panji (Malat), cerita Sampik Ingtai dan kisah sejenis lainnya termasuk yang berasal dari luar lingkungan budaya Bali. Dalam membawakan lakon ini, para pemain Drama Gong tidak menari melainkan berakting secara realistis dengan dialog-dialog verbal yang berbahasa Bali.
Para pemeran penting dari Drama Gong adalah:
- Raja manis
- Raja buduh
- Putri manis
- Putri buduh
- Raja tua
- Permaisuri
- Dayang-dayang
- Patih keras
- Patih tua
- Dua pasang punakawan
Para pemain mengenakan busana tradisional Bali, sesuai dengan tingkat status sosial dari peran yang dibawakan dan setiap gerak pemain, begitu pula perubahan suasana dramatik dalam lakon diiringi dengan perubahan irama gamelan Gong Kebyar. Masyarakat Bali mementaskan Drama Gong untuk keperluan yang kaitannya dengan upacara adat dan agama maupun kepentingan kegiatan sosial. Walaupun demikian,Drama Gong termasuk kesenian sekuler yang dapat dipentaskan di mana dan kapan saja sesuai dengan keperluan. Kesenian Drama Gong inilah yang memulai tradisi pertunjukan “berkarcis” di Bali karena sebelumnya pertunjukan kesenian bagi masyarakat setempat tidak pernah berbentuk komersial. Drama Gong mulai berkembang di Bali sekitar tahun 1967 dan puncak kejayaannya adalah tahun1970. Pada masa itu kesenian tradisional Bali seperti Arja, Topeng dan lain-lainnya ditinggalkan oleh penontonnya yang mulai kegandrungan Drama Gong. Panggung-panggung besar yang tadinya menjadi langganan Arja tiba-tiba diambil alih oleh Drama Gong. Namun semenjak pertengahan tahun 1980 kesenian ini mulai menurun popularitasnya, sekarang ini ada sekitar 6 buah sekaa Drama Gong yang masih aktif.
Sekaa – sekaa Drama Gong yang dimaksud antara lain adalah :
- Drama Gong Bintang Bali Timur
- Drama Gong Duta Budaya Bali
- Drama Gong Dewan Kesenian
- Drama Gong Dwipa Sancaya
- dan lain-lain
Terakhir muncul Drama Gong Reformasi yang didukung oleh para bintang Drama Gong dari berbagai daerah di Bali.
- Drama Klasik
Drama Klasik pada dasarnya adalah suatu bentuk seni drama yang menyajikan lakon-lakon klasik terutama dari kisah pewayangan. Berbeda dengan yang terjadi dalam Drama Gong, dalam Drama Klasik faktor iringan tidak begitu mengikat dan dalam banyak hal gamelan dimainkan sekedar hanya sebagai ilustrasi yang berfungsi sebagai pengisi kekosongan ketika terjadi peralihan adegan. Pemusik tidak ditampilkan di pentas melainkan disembunyikan dibalik layar. Lakon dan dialog – dialog dalam Drama Klasik dituangkan kedalam sebuah skenario yang disusun oleh seorang sutradara. Di dalam membawakan lakon, para pemain berakting secara realistis dengan dialog berbahasa Indonesia gaya sandiwara atau bahasa Bali, dengan mengenakan busana yang dirancang mendekati busana pewayangan.
Seni drama modern ini diciptakan oleh seorang tokoh drama asal Badung, Ida Bagus Anom Ranuara, melalui sanggar teater yang dipimpinnya yaitu Sanggar Mini Badung. Kreasi ini muncul menjelang akhir tahun 1970 yang kehadirannya banyak didorong oleh TVRI Denpasar. Penampilan Drama Klasik karya Anom Ranuara sebagian besar melalui tayangan layar kaca. Satu aspek penting yang membedakan drama ini dengan Drama Gong adalah tidak adanya peran Punakawan untuk menterjemahkan dialog para pemeran utama. Set dekorasi dan properti panggung yang realistis menjadi salah satu kekuatan dari Drama Klasik ini. Disamping itu durasi pementasan dari Drama Klasik relatif singkat yaitu sekitar 2 jam, dibandingkan dengan Drama Gong yang bisa dipentaskan semalam suntuk.
- Gambuh
Gambuh adalah tarian dramatari Bali yang dianggap paling tinggi mutunya dan merupakan dramatari klasik Bali yang paling kaya akan gerak-gerak tari sehingga dianggap sebagai sumber segala jenis tari klasik Bali.
Diperkirakan Gambuh ini muncul sekitar abad ke XV yang lakonnya bersumber pada cerita Panji. Gambuh berbentuk total theater karena di dalamnya terdapat jalinan unsur seni suara, seni drama & tari, seni rupa,seni sastra, dan lainnya.
Pementasannya dalam upacara-upacara Dewa Yadnya seperti odalan, upacara Manusa Yadnya seperti perkawinan keluarga bangsawan, upacara Pitra Yadnya (ngaben) dan lain sebagainya.
Diiringi dengan gamelan Penggambuhan yang berlaras pelog Saih Pitu. Tokoh-tokoh yang biasa ditampilkan adalah Condong, Kakan-kakan, Putri, Arya / Kadean-kadean, Panji (Patih Manis), Prabangsa (Patih Keras), Demang, Temenggung, Turas, Panasar dan Prabu. Dalam memainkan tokoh-tokoh tersebut semua penari berdialog, umumnya bahasa Kawi, kecuali tokoh Turas, Panasar dan Condong yang berbahasa Bali, baik halus, madya dan kasar.
Gambuh yang masih aktif hingga kini terdapat di desa
- Gebug Ende Tarian rakyat yang merupakan tari adu ketangkasan yang dibawakan oleh kaum pria, masing-masing penari membawa tongkat rotan dan sebuah perisai (tameng/ ende) yang berfungsi sebagai pelindung dari serangan lawan. Tarian ini dimaksudkan sebagai tarian untuk memohon hujan, dan terdapat di daerah Karangasem.
- Janger
Merupakan jenis tarian pergaulan, terutama bagi muda mudi, yang sangat populer di Bali yang dilakukan oleh sekitar 10 pasang muda-mudi. Selama tarian berlangsung kelompok penari wanita (Janger) dan kelompok penari pria (Kecak) menari dan bernyanyi bersahut-sahutan. Pada umumnya lagu-lagunya bersifat gembira sesuai dengan alam kehidupan mereka. Gamelan yang biasa dipakai mengiringi tari Janger disebut Batel(Tetamburan) yang dilengkapi dengan sepasang gender wayang. Munculnya Janger di Bali diduga sekitar abad ke XX, merupakan perkembangan dari tari sanghyang. Jika kecak merupakan perkembangan dari paduan suara pria, sedangkan jangernya merupakan perkembangan dari paduan suara wanita.
Lakon yang dibawakan dalam Janger antara lain: Arjuna Wiwaha, Sunda Upasunda dan lain sebagainya. Tari Janger dapat dijumpai hampir di seluruh daerah Bali, masing-masing daerah mempunyai variasi tersendiri sesuai dengan selera masyarakat setempat.
- Di daerah Tabanan tari Janger biasa dilengkapi dengan penampilan peran Dag (seorang berpakaian seperti jenderal tentara Belanda dengan gerak-gerak improvisasi yang kadang-kadang memberi komando kepada penari Janger maupun Kecak).
- Di desa Metra (Bangli) terdapat tari Janger yang pada akhir pertunjukannya para penarinya selalu kerauhan
- Di desa Sibang (Badung) terdapat tari Janger yang diiringi dengan Gamelan Gong Kebyar yang oleh masyarakat setempat menamakannya Janger Gong.
Sekaa Janger yang kini masih aktif antara lain Janger Kedaton (Denpasar) dan Janger Singapadu (Gianyar).
- Jauk Tarian bertopeng yang menggambarkan seorang raja raksasa yang sedang berkelana. Penarinya adalah pria, mengenakan busana yang terdiri dari awiran yang berlapis-lapis, ditambah dengan gelungan jauk dan kaos tangan yang berkuku panjang. Tarian ini lebih bersifat improvisasi dengan struktur koreografi yang fleksible.Jenis tari Jauk ini antara lain
- Jauk Keras (Jauk Enggang) ,
- Jauk Manis (Jauk longgor) .
- Joged Merupakan tari pergaulan yang sangat populer di Bali, tari ini memiliki pola gerak yang agak bebas, lincah dan dinamis, yang diambil dari Legong maupun Kekebyaran dan dibawakan secara improvisatif. Biasanya dipentaskan pada musim sehabis panen, hari raya, dan hari penting lainnya. Tari joged ini merupakan tarian berpasangan, laki-laki dan perempuan dengan mengundang partisipasi penonton.Tari Joged mempunyai banyak macam, antara lain:
- Joged Bumbung: Tari joged yang diiringi dengan gamelan tingklik bambu berlaras Slendro yang disebut Grantang atau Gamelan Gegrantangan. Tarian ini muncul pada tahun 1946 di Bali Utara dan kini Joged Bumbung dapat dijumpai hampir di semua desa dan merupakan jenis tari joged yang paling populer di Bali.
- Joged Pingitan: Jenis joged yang dalam pementasannya membawakan suatu lakon dan diiringi dengan gamelan tingklik bambu yang berlaras Pelog, yang disebut Gamelan Joged Pingitan. Disebut Joged Pingitan karena di dalam pementasan tarian ini ada bagian-bagian yang dilarang (dipingit) yaitu pengibing hanya bisa menari untuk dapat mengimbangi gerak tari yang ditimbulkan oleh penari joged dan tidak boleh menyentuh penarinya. Repertoir yang biasa dijadikan suatu lakon adalah kisah Prabu Lasem dan di beberapa tempat ada juga yang mengambil cerita Calonarang. Berdasarkan data-data yang ada, joged ini muncul di Bali sekitar tahun 1884. Semula adalah tarian hiburan bagi raja yang konon penari-penarinya adalah para selir.
- Joged Gebyog: Jenis tari joged yang diiringi dengan bumbung gebyog yang ritmis berlaras Slendro dan hanya terdapat didaerah Bali bagian barat (daerah Jembrana).
- Joged Gandrung: Merupakan tari pergaulan yang penarinya laki-laki berhias dan berpakaian wanita, serta diiringi dengan seperangkat Gamelan Tingklik yang terbuat dari bambu yang berlaras pelog. Semula penari Gandrung ini lelaki muda usia berparas tampan namun sekarang Gandrung sudah ditarikan oleh penari wanita. Gandrung hanya dapat diketemukan di beberapa desa di Gianyar, Badung dan Denpasar.
Semua tari Joged (kecuali Joged Pingitan yang memakai lakon Calonarang), selalu ada bagian paibing-ibingannya yaitu tarian bermesraan. Diawali dengan penari joged memilih (nyawat) penonton laki-laki yang diajak menari bersama-sama di atas pentas. Sebagai sebuah kesenian rakyat, tari jogeddiiringi dengan barungan gamelan yang didominir oleh instrumen-instrumen bambu. Di daerah Tista, Tabanan ada sejenis tari Joged yang mendekatiLegong Kraton yang disebut Leko, dan di Bongan Gede, Karangasem terdapat tari Joged yang dianggap sakral yang dinamakan Joged Bisama.
- Kekebyaran Tari Kekebyaran meliputi berbagai jenis tarian tunggal, duet, trio, kelompok dan sendratari. Tari-tari ini dikelompokan sebagai Kekebyaran bukan hanya karena diiringi dengan gamelan Gong Kebyar, namun karena gerakannya yang dinamis dan bernafas kebyar. Oleh sebab itu, dalam kelompok ini terdapat Tari Lepas dan Sendra Tari.
Tari Lepas adalah tari-tarian yang jangka waktu pentasnya relatif pendek, tidak berkaitan (terlepas-lepas) antara yang satu dengan lainnya, baik yang bercerita maupun tanpa cerita.
Sendra Tari adalah sejumlah seni drama tari-tarian berlakon, yang berjangka waktu pentas relatif lebih panjang, dan dimainkan oleh lebih banyak orang. - Kontemporer
Salah satu tarian kreasi baru yang mempunyai ungkapan artistik yang bebas, muncul sejak makin maraknya pertumbuhan tari-tarian Bali kreasi baru di awal tahun 1970. Di dalam tarian baru ini elemen-elemen seni klasik/ tradisional Bali dipergunakan secara bebas dan kreatif, sesuai rasa estetik individu penatanya.
Kreativitas seperti ini melahirkan garapan tari baru yang inovatif yang menawarkan gagasan atau nafas-nafas baru yang dapat dikelompokkan sebagai tari Bali modern.
- Legong Sebuah tarian klasik Bali yang memiliki pembendaharaan gerak yang sangat kompleks yang terikat dengan struktur tabuh pengiring yang konon merupakan pengaruh dari Gambuh. Kata Legong berasal dari kata “leg” yang artinya luwes atau elastis dan kemudian diartikan sebagai gerakan lemah gemulai (tari). Selanjutnya kata tersebut di atas dikombinasikan dengan kata “gong” yang artinya gamelan, sehingga menjadi “Legong” yang mengandung arti gerakan yang sangat terikat (terutama aksentuasinya) oleh gamelan yang mengiringinya. Sebutan Legong Kraton adalah merupakan perkembangannya kemudian. Adakalanya tarian ini dibawakan oleh dua orang gadis atau lebih dengan menampilkan tokoh Condong sebagai pembukaan dimulainya tari Legong ini, tetapi ada kalanya pula tari Legong ini dibawakan satu atau dua pasang penari tanpa menampilkan tokoh Condong lebih dahulu. Ciri khas tari Legong ini adalah pemakaian kipas para penarinya kecuali Condong.
Gamelan yang dipakai mengiringi tari Legong dinamakan Gamelan Semar Pagulingan. Lakon yang biasa dipakai dalam Legong ini kebayakan bersumber pada:
- cerita Malat khususnya kisah Prabu Lasem,
- cerita Kuntir dan Jobog (kisah Subali Sugriwa),
- Legod Bawa (kisah Brahma Wisnu tatkala mencari ujung dan pangkal Lingganya Siwa),
- Kuntul (kisah burung),
- Sudarsana (semacam Calonarang),
- Palayon,
- Chandrakanta dan lain sebagainya.
Struktur tarinya pada umumnya terdiri dari:
- Papeson
- Pangawak
- Pengecet, dan
- Pakaad
Beberapa daerah mempunyai Legong yang khas, misalnya:
- Didesa Tista (Tabanan) terdapat jenis Legong yang lain, dinamakan Andir (Nandir).
- Di pura Pajegan Agung (Ketewel) terdapat juga tari Legong yang memakai topeng dinamakan Sanghyang Legong atau Topeng Legong.
Daerah – daerah yang dianggap sebagai daerah sumber Legong di Bali adalah:
- Makre-karean
Disebut juga dengan tari Perang Pandan, merupakan salah satu tarian ketangkasan yang melibatkan para pemuda, dengan memakai kostum upacara adat, bertelanjang dada bersenjatakan seikat daun pandan berduri dan perisai untuk melindungi diri. Tari ini ditampilkan dalam upacara adat di desa Tenganan.
Yang menarik, meskipun nampaknya luka-luka yang ditimbulkan oleh senjata pandan berduri itu cukup parah, namun para penarinya tidak merasakan kesakitan. Pada akhir prosesi, luka-luka itu disembuhkan dengan menyiramkan air suci.
- Mresi Tarian ini dibawakan oleh penari putra yang belum menikah, gerakan tarinya sangat sederhana namun berwibawa dengan keris sebagai senjata, mereka menari secara berpasangan dan berkelompok diiringi dengan gamelan Selonding. Busana yang dikenakan adalah busana upacara adat, tarian ini terdapat didesa Tenganan.
- Pendet Tari putri yang memiliki pola gerak yang lebih dinamis dari tari Rejang yang dibawakan secara berkelompok atau berpasangan, ditampilkan setelah tari Rejang di halaman pura dan biasanya menghadap ke arah suci (pelinggih) dengan mengenakan pakaian upacara dan masing-masing penari membawa sangku, kendi, cawan dan perlengkapan sesajen lainnya.
- Prembon
Prembon (per-imbuh-an) adalah dramatari campuran dari berbagai unsur dramatari klasik Bali yang ada. Sesungguhnya setiap dramatari yang diciptakan dengan cara menggabungkan berbagai unsur-unsur tari Bali yang telah ada dapat disebut sebagai Prembon.
Prembon muncul pada zaman revolusi, tepatnya tahun 1942, atas prakarsa para seniman dari Badung: I Nyoman Kaler dan dari Gianyar: I Wayan Griya dan I Made Kredek.
Ketika pertama kali diciptakan Prembon lahir dari penggabungan seni Patopengan dan Paarjaan. Lakon yang ditampilkan pada umunnya bersumber dari cerita Babad dan semi sejarah lainnya sebagaimana halnya dramatari Topeng sedangkan gamelan pengiringnya adalah Gamelan Gong Kebyar.
Di daerah Gianyar, Prembon yang banyak memasukan unsur-unsur Arja dan Gambuh biasa disebut Tetanrian.
- Rejang
Tarian yang memiliki gerak tari yang sederhana dan lemah gemulai, ditarikan oleh penari putri (pilihan maupun campuran dari berbagai usia) yang dilakukan secara berkelompok atau massal di halaman pura pada saat berlangsungnya suatu upacara. Bisa diiringi dengan gamelan Gong Kebyar atau Gong Gede.
Tari Rejang ini, oleh masyarakat Bali dibagi dalam beberapa jenis berdasarkan status sosial penarinya (Rejang Deha: ditarikan oleh remaja putri), cara menarikannya (Rejang Renteng : ditarikan dengan saling memegang selendang), tema dan perlengkapan tarinya terutama hiasan kepalanya (Rejang Oyopadi, Rejang Galuh, Rejang Dewa dll).
Di desa Tenganan, dalam upacara “Aci Kasa” ditarikan tari Rejang Palak, Rejang Mombongin, Rejang Makitut dan Rejang Dewa yang diiringi dengan gamelan Selonding yang masing-masing tarian Rejang tersebut dapat dilihat perbedaannya dari simbol-simbol dan benda sakral yang dibawa penarinya, pola geraknya, cara menarikannya dan tata busananya.
- Sanghyang
Tari Sanghyang adalah tari sakral, yang terdapat dalam rangkaian sebuah upacara adat suci. Sampai saat ini, tari Sanghyang tidak diadakan sekedar sebagai sebuah tontonan. Tari Sanghyang merupakan tarikerauhan (trance) karena kemasukan roh (bidadari kahyangan dan binatang lainnya yang memiliki kekuatan merusak seperti babi hutan, monyet, atau yang mempunyai kekuatan gaib lainnya). Tari ini adalah warisan budaya Pra-Hindu yang dimaksudkan sebagai penolak bahaya, yaitu dengan membuka komunikasi spiritual dari warga masyarakat dengan alam gaib. Tarian ini dibawakan oleh penari putri maupun putra dengan iringan paduan suara pria dan wanita yang menyanyikan tembang-tembang pemujaan. Di daerah Sukawati-Gianyar, tari ini juga diiringi dengan Gamelan Palegongan.
Di dalam Tarian ini selalu ada tiga unsur penting yaitu asap/ api, Gending Sanghyang dan medium (orang atau boneka).
Penyelenggaraannya melalui tiga tahap penting yaitu:
1. Nusdus : upacara penyucian medium dengan asap/api,
2. Masolah: penari yang sudah kerasukan roh mulai menari,
3. Ngalinggihang : mengembalikan kesadaran medium dan melepas roh yang memasuki dirinya untuk kembali ke asalnya.Beberapa jenis tari Sanghyang yang hingga kini masih ada di Bali, antara lain:
1. Sanghyang Dedari,
2. Sanghyang Deling,
3. Sanghyang Bojog,
4. Sanghyang Jaran,
5. Sanghyang Sampat,
6. Sanghyang Celeng.
- Topeng
Topeng berarti penutup muka yang terbuat dari kayu, kertas, kain dan bahan lainnya dengan bentuk yang berbeda-beda. Dari yang berbentuk wajah dewa-dewi, manusia, binatang, setan dan lain-lainnya. Di Bali topeng juga adalah suatu bentuk dramatari yang semua pelakunya mengenakan topeng dengan cerita yang bersumber pada cerita sejarah yang lebih dikenal dengan Babad.
Dalam membawakan peran-peran yang dimainkan, para penari memakai topeng bungkulan (yang menutup seluruh muka penari),topeng sibakan (yang menutup hanya sebagian muka dari dahi hingga rahang atas termasuk yang hanya menutup bagian dahi dan hidung). Semua tokoh yang mengenakan topeng bungkulan tidak perlu berdialog langsung, sedangkan semua tokoh yang memakai topeng sibakan memakai dialog berbahasa kawi dan Bali.
Tokoh-tokoh utama yang terdapat dalam dramatari Topeng terdiri dari Pangelembar (topeng Keras dan topeng tua), Panasar (Kelihan – yang lebih tua, dan Cenikan yang lebih kecil), Ratu (Dalem dan Patih) danBondres (rakyat). Jenis-jenis dramatari topeng yang ada di Bali adalah :
1. Topeng Pajegan yang ditarikan oleh seorang aktor dengan memborong semua tugas-tugas yang terdapat didalam lakon yang dibawakan. Di dalam topeng Pajegan ada topeng yang mutlak harus ada, yakni topeng Sidakarya. Oleh karena demikian eratnya hubungan topeng Pajegan dengan upacara keagamaan, maka topeng ini pun disebut Topeng Wali. Dramatari Topeng hingga kini masih ada hampir diseluruh Bali.
2. Topeng Panca yang dimainkan oleh empat atau lima orang penari yang memainkan peranan yang berbeda-beda sesuai tuntutan lakon,
3. Topeng Prembon yang menampilkan tokoh-tokoh campuran yang diambil dari Dramatari Topeng Panca dan beberapa dari dramatari Arja dan Topeng Bondres, seni pertunjukan topeng yang masih relatif muda yang lebih mengutamakan penampilan tokoh-tokoh lucu untuk menyajikan humor-humor yang segar. - Wayang Kulit Wayang Kulit, seni pertunjukan yang sudah cukup tua umurnya, adalah salah satu bagian dari seni pertunjukan Bali yang hingga kini masih tetap digemari oleh masyarakat setempat. Di desa-desa maupun di kota, masyarakat masih sering mempergelarkan Wayang Kulit dalam kaitan dengan upacara agama Hindu, upacara adat Bali, maupun sebagai hiburan semata.Wayang Kulit Bali terdiri dari dua jenis, yaitu:
1. Wayang Lemah (Wayang Gedog)Dipentaskan pada umumnya siang hari dan dilihat dari fungsinya adalah termasuk kesenian pelengkap upacara keagamaan. Di beberapa tempat disebut dengan Wayang Gedog.
Wayang ini dipentaskan tanpa menggunakan layar atau kelir, dan lampu blencong. Dalam memainkan wayangnya, dalang menyandarkan wayang-wayang pada seutas benang putih (benang tukelan) sepanjang sekitar setengah sampai satu meter yang diikat pada batang kayu dapdap yang dipancangkan pada batang pisang di kedua sisi dalang.
Gamelan pengiringnya adalah gender wayang yang berlaras slendro (lima nada). Wayang upacara ini, pementasannya sangat tergantung pada waktu pelaksanaan upacara keagamaan yang diiringinya, sehingga dapat dipentaskan pada siang hari, sore ataupun malam hari.
Pendukung pertunjukan ini adalah yang paling kecil, 3 sampai 5 orang yang terdiri dari seorang dalang dan satu atau dua pasang penabuh gender wayang. Sebagai kesenian upacara, pertunjukan wayang lemahbiasanya mengambil tempat di sekitar tempat upacara dengan tidak mempergunakan panggung pementasan khusus.
Lakon yang dibawakan pada umumnya bersumber pada cerita Mahabrata yang disesuaikan dengan jenis dan tingkatan upacara yang diiringinya. Jangka waktu pementasan Wayang Lemah pada umumnya singkat, sekitar 1 sampai 2 jam.
Sesuai dengan namanya, Wayang Peteng dipentaskan pada malam hari secara terbuka untuk umumnya, sebagai sajian hiburan.Walaupun demikian, ada jenis Wayang yang identik penampilannya, hanya saja waktu penyelenggaraannya tidak harus pada malam hari. Jenis itu adalah Wayang Upacara atau wayang sakral, yaitu Wayang Sapuh Leger dan Wayang Sudamala. Waktu penyelenggaraannya disesuaikan dengan waktu upacara keseluruhan.
Wayang Peteng terdiri dari beberapa jenis, di antaranya:
- Penggunaan layar lebar berganda.
- penggunaan tata-lampu modern, seperti lampu strobo, spot-lights, dan sebagainya.
- pemakaian overhead-projector untuk menciptakan citra-citra realistis sebagai latar belakang.
- pemakaian pemain wayang dalam jumlah yang banyak dengan satu orang dalang sebagai narator.
- pemakaian wayang golek besar.
- dan lain sebagainya.
- Wayang Wong Wayang Wong pada dasarnya adalah seni pertunjukan topeng dan perwayangan dengan pelaku-pelaku manusia atau orang (wong). Dalam membawakan tokoh-tokoh yang dimainkan, semua penari berdialog, semua tokoh utama memakai bahasa Kawi sedangkan para punakawan memakai bahasa Bali. Pada beberapa bagian pertunjukan, para penari juga menyanyi dengan menampilkan bait – bait penting dari Kakawin.
Di Bali ada dua Jenis Wayang Wong, yaitu Wayang Wong Ramayana, dan Wayang Wong Parwa. Wayang Wong Ramayana kemudian disebut Wayang Wong saja, ialah dramatari perwayangan yang hanya mengambil lakon dari wira carita Ramayana. Hampir semua penari mengenakan topeng. Diiringi dengan gamelan Batel Wayang yang berlaras Slendro.
terdapat di desa-desa:
- Mas, Telepud, Den Tiyis (Gianyar),
- Marga, Apuan, Tunjuk, Klating (Tabanan),
- Sulahan (Bangli),
- Wates Tengah (Karangasem),
- Bualu (Badung),
- Prancak, Batuagung (Jembrana)
Wayang Wong Parwa yang biasa disebut Parwa yakni dramatari wayang wong yang mengambil lakon wira carita Mahabrata (Asta Dasa Parwa). Para penarinya umumnya tidak mengenakan topeng, kecuali para punakawan, seperti Malen, Merdah, Sanggut, Delem. Diiringi gamelan Batel Wayang yang berlaras Slendro. Parwa terdapat di desa-desa:
Asal-usul Wayang Kulit
Sejak masa lampau pertunjukan Wayang Kulit menjadi salah satu media pendidikan informal bagi warga masyarakat. Betapa tidak, pertunjukan Wayang Kulit yang memadukan berbagai unsur seni rupa, sastra, gerak dan suara, dalam pementasannya tidak saja menampilkan lakon-lakon literer yang diambil dari karya-karya sastra klasik terutama Mahabrata dan Ramayana, kesenian ini juga menyajikan petuah-petuah mengenai nilai-nilai moral, spiritual dan sosial sehingga masyarakat yang buta huruf akan memperoleh ajaran-ajaran tatwa, yadnya, etika dan lain-lain. Oleh masyarakat penonton semuanya ini dijadikan pedoman dan tuntunan bagi kehidupan mereka sehari-hari.
Sementara para dalang secara kreatif melakukan penyegaran kesenian mereka, wayang-wayang kreasi baru sudah banyak diciptakan sehingga menambah perbendaharaan seni perwayangan di pulau ini. Yang tidak kalah pentingnya adalah munculnya dalang-dalang wanita berbakat yang siap bersaing dengan para dalang pria.
Di Bali, pertunjukan Wayang Kulit melibatkan antara 3 orang sampai 15 orang yang meliputi : dalang, pengiring dan jika diperlukan sepasang pembantu dalang (tututan). Komando tertinggi dalam pertunjukan Wayang Kulit ada pada si dalang. Untuk mementaskan wayang para dalang Bali memerlukan sekitar 125 – 130 lembar wayang yang disimpan dalam kotak wayang (kropak).
Kiranya belumlah lengkap jika pembahasan mengenai seni pewayangan Bali tidak dilengkapi dengan adanya beberapa usaha inovasi dan kreatif dari para seniman dalang di pulau ini, atau memalui kerja patungan atau kolaborasi dengan seniman luar atau asing. Dalam usahanya memberikan nafas baru dalam wayang Parwa, dalang I Made Sidja atau Ida Bagus Ngurah (Buduk) memasukan gamelan Suling atau Pegambuhan. Belakangan ini dalang muda berbakat, Ida Bagus Sudiksa berkali-kali mementaskan wayang kulit Parwa dengan iringan gamelan Angklung lengkap, bahkan pernah dengan gamelan Balaganjur. Sebagai sajian tugas akhir, baik untuk menyelesaikan program Seniman (setingkat Sarjana) pada jurusan Seni Pedalangan di STSI Denpasar, para mahasiswa juga telah melakukan berbagai percobaan. Misalnya:
Kesemuanya merupakan wujud nyata dari usaha para seniman dalang muda untuk terus menyegarkan kehidupan seni Pewayangan di Bali.
Dalam hal iringan, gamelan Selonding dan Selukat juga telah dicoba untuk mengiringi pertunjukan wayang Bali. Masih merupakan bagian dari perkembangan wayang kulit Bali adalah wayang Listrik yang merupakan hasil kerja patungan antara seniman (I Made Sidja, I Nyoman Catra, Desak Suarthi Laksmi) dengan seniman dalang Larry Reed dari San Francisco, Amerika Serikat, yang didukung oleh Gamelan Sekar Jaya di bawah asuhan komposer muda, I Dewa Bratha. Nama ini diberikan berdasarkan kenyataan bahwa dalam pertunjukannya terdapat perpaduan dua unsur penting yaitu : pemain wayang kulit Bali dengan permainan atau proyeksi cahaya lampu listrik.
Pertunjukan pertama wayang listrik ini dilakukan di San Fransisco dan pada tahun 1996 yang lalu juga dipentaskan di Bali dalam rangka Festival Wayang Walter Spies.