Raja Purana Pura Luhur Pucak Kembar

AGAMA PRAMANA PURA LUHUR PUCAK KEMBAR

Berdasarkan agama Pramana atau dari sumber-sumber yang dapat dipercaya, bahwa asal-usul dari pembuatan Tapakan Nawa Sanga, baris manca Warna dan tapakan Ratu Lingsir, berawal dari Krama Subak Poyan/Peneng dengan anggota 200 KK berkehendak membuat empangan (empelan-bhs. Bali) dengan membawa perbekalan (logistik), namun dalam usaha pembuatan empangan tersebut selalu mengalami kegagalan, maka dari itu krama subak Poyan/Peneng memutuskan untuk menghadap (tangkil) kepada I Gusti Agung Nyoman Gede di Puri Perean, mohon Agar I Gusti Agung Nyoman Gede berkenan pergi (lunga) ke tempat pembuatan empangan, setelah kata mufakat tercapai, maka I Gusti Agung Nyoman Gede bersama dengan krama Subak Poyan/Peneng menuju tempat pembuatan empangan dengan perbekalan secukupnya, namun sebelum dimulai dengan pekerjaan membuat empangan, I Gusti Agung Nyoman Gede pada tempat menaruh bekal (takilan) memohon kehadapan Tuhan Yang Maha Esa dengan doa agar pekerjaan pembuatan empangan dapat berhasil dan dari doa tersebut terdengar sabda yang isinya agar Ida Bhatara Pucak Rsi, Ida Bhatara Trate Bang, dan Ida Bhatara Bratan agar dibuatkan tapakan nawa Sanga dan Baris Manca Warna beserta dengan Ratu Lingsir, jika berkeinginan pembuatan empangan berhasil dengan baik yang distana linggakan di Pura Luhur Pucak Kembar.

Karena hal tersebut diatas telah digariskan oleh Hyang Dewata, maka pada tahun 1885 Masehi dibuatlah tapakan seperti tersebut di atas sebagai pemujaan terhadap manifestasi Tuhan Yang Maha Esa yang sampai saat ini masih dilestarikan, disakralkan dan disucikan sebagai wahana memusatkan pikiran kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa di samping itu terdapat tombak Tri Sula dan Cakra (dikramatkan dengan tidak boleh menyentuh tanah).


PUJAWALI DI PURA LUHUR PUCAK KEMBAR

Pujawali /Patirtan /odalan di Pura Luhur Pucak Kembar jatuh pada hari Anggara Kliwon Prangbakat, namun sesuai dengan tradisi patirtan ageng (jelih) dilaksanakan setiap satu setengah tahun sekali, dengan rangkaian/eedan sebagai berikut:

  1. Pada hari Jumat (Sukra Kliwon Sungsang) tapakan Ida Bhatara Matangi.
  2. Pada hari Rabu (Budha Kliwon Dungulan) Ida Bhatara lungha ke Pura Pucak Sari (Pacung) Nunas Pasupati.
  3. Pada hari Kamis (Wrehaspati Dungulan) Ida Bhatara lungha ke pura Anyar (Baturiti) dengan maksud ngastawa kepada Ida Bhatara agar berkenan malingga pada tapakan masing-masing dan dari pura ini menentukan arah tujuan (pemargi) apakah ke bagian barat atau bagian timur.

Pada saat tapakan Ida Bhatara tedun setiap 1,5 tahun sekali melalui beberapa pura yang berlokasi di 4 Kabupaten di Bali seperti : Tabanan, Badung, Gianyar, dan Bangli, dalam tedun tersebut pada Pura-Pura tersebut dibawah ini dilaksanakan upakara masuci seperti di Pura Pucak Tinggah (Angsri), Pura Puseh Senganan, Pura Telaga Waja (Tegeh), Pura Purusada (Kapal), Pura Dhalem Swarga (Blahkiuh) dan Pura Jati (Batur).

Bila dalam rangkaian patirthan ageng tapakan Ida Bhatara tidak tedun ke desa-desa pada 4 kabupaten tersebut di atas, karena sesuatu hal maka tapakan Ida Bhatara tedhun paling lambat 3 hari menjelang pujawali dan langsung masuci ke Pura Tanah Lot (Kediri, Tabanan).

Pada saat Pujawali Agung banyak rawuh (datang) petapakan Barong yang jumlahnya ± 60 unit petapakan, mengingatkan kami hal serupa pada Pura Pangrebongan (Kesiman-Denpasar) apakah maksud dan tujuannya sama masih perlu dikaji lebih mendalam, dimana pada saat pujawali Agung Ida Bhatara nyejer selama tiga hari. Keunikan yang terdapat di Pura ini adanya pagelaran Wayang tanpa dalang, tanpa ada wayang, hanya dilengkapi dengan instrumen seperti : Api Blencong, upakara, layar (kelir) dengan segala perlengkapannya, Gender serta penabuhnya, menurut penuturan pamucuk Pura pada saat pementasan tersebut terlihat bayangan berupa wayang pada kelir (layar) yang telah disiapkan, tentunya bayangan ini munculnya tidak terlalu lama karena ini bisa dikatakan bersifat niskala tidak sama halnya seperti pementasan wayang oleh seorang dalang. Pura Luhur Pucak Kembar Pengemong (pengarepnya) adalah desa Adat Pacung (240 KK) dan Subak Poyan/Peneng (400 diri).

Seperti kami sebutkan di atas, bahwa setiap 1,5 tahun sekali tapakan Ida Bhatara tedhun malasti bukan semata-mata untuk mengumpulkan dana untuk mengisi pundi-pundi pangemong untuk membiayai pujawali, namun lebih dari pada itu adalah mengandung nilai spiritual dan religious untuk mensejahterakan umat manusia dari gangguan bhuta kala, seperti juga disebutkan pada rontal Bhuwana Bangsul yang bunyinya sebagai, berikut : Haneng nagara krama ing bumya Bangsul yania n kala ning thani kasanggraha dening kawinayan ira kala Joti sranawenang ta sira tumedhun Bhatara Sakti Amurbeng Rat mareng thani-thani inaturaken sopacara sajangHepnia, matangia awalik iang sarwa durjana, mwang gering ika sadaya,… dst.
artinya : Pada saat bhumi Bali pada setiap desa- desa terserang wabah penyakit, beliau Bhatara Gede Sakti Amurbeng Rat turun kedunia untuk menyelematkan umatNya dari serangan wabah penyakit dengan menghaturkan upacara sesuai dengan tradisi dan adat kebiasaan, sehingga mara bahaya dapat dihindari baik berupa penyakit maupun ancaman lainnya yang mengganggu ketentraman umat manusia.


KESIMPULAN

  1. Pura Luhur Pucak Kembar yang terletak di Desa Adat Pacung Kecamatan Baturiti kabupaten Tabanan, merupakan pemujaan terhadap Bhatara Wishnu, salah satu manifestasi tuhan Yang Maha Esa.
  2. Pura ini juga tempat para Krama Subak mohon keselamatan tanamannya karena juga merupakan Stana dari Sanghyang Tri Murti Sukla Dewi yang merupakan Dewi Kemakmuran dan kesuburan.
  3. Pura ini merupakan kahyangan jagat, karena merupakan stana dari salah satu Hyang Tri Murti yaitu Bhatara Wishnu yang berfungsi sebagai pemelihara dan jika kita mengacu pada tapakan Nawa Sanga, jelas ini sebagai tempat pemujaan Dewata Nawa Sanga (seperti uraian tapakan Nawa Sanga).

PENUTUP

Alas rakhmat Tuhan Yang Maha Esa, khususnya Ida Bhatara yang berstana di Pura Luhur Pucak Kembar, buku ini dapat kami rampungkan penyusunannya, demikian juga kepada semua pihak yang telah membantu memberikan informasi, kami tidak lupa menghaturkan banyak-banyak terimakasih, karena dengan adanya informasi tersebut sangat membantu kami dalam penyusunan buku ini.

Buku ini kiranya dapat dijadikan penuntun/pedoman di dalam usaha kita bersama melestarikan nilai-nilai budaya dan kemantapan rohani di dalam memuja kemaha kuasaan Tuhan. Kami menyadari penyusunan buku ini sangat jauh dari sempurna. Untuk itu bagi Umat se-dharma kami mohon kiranya memberikan masukan yang positif, sehingga tugas yang luhur nan suci ini semakin sempurna.

Penyusun :

  1. I Ketut Sudarsana
  2. I Gusti Ngurah Putra, AS.

Kelihan Pura Luhur                                                Penyarikan,
Pucak Kembar,

 

I KETUT SURA                                             Ir. I MADE WIRATMA

 

Ketua Panitia,

Drs. I Wayan Purnayasa


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *