Satu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri adalah adanya beribu- ribu pura di pulau Bali ini. Tak terbilang jumlahnya. Kalau seseorang menyusuri pantai pulau ini maka akan terlihat demikian banyaknya pura di pinggir pinggir pantai pulau ini. Dari pelosok desa sampai puncak gunung yang tinggi menjulang. Coba hitung bilamana setiap satu keluarga memiliki satu tempat suci, apakah itu padmasari, panyawangan, atau pamerajan alit, maka berapa pura ada di Bali untuk setiap kepala keluarga umat Hindu. Belum lagi setiap desa adat memiliki kahyangan tiga, tiga pura junjungan desa, ditambah lagi dengan kahyangan jagat, sad kahyangan, dhang kahyangan sampai kepada yang namanya pura padharman, pura kawitan, pura panti, paibon, padadyan, sanggah-pemerajan yang sifatnya permanen sampai yang turus-lumbung-tempat pemujaan darurat.
Sekali lagi, itu sebabnya pulau Bali ini dikatakan sebagai pulau suci. Lebih- lebih kalau dihubungkan dengan wali atau banten, upakara atau yadnya. Tidak satu hari-pun di Bali ini tanpa dengan kegiatan upacara-upakara. Oleh karena itu, tidak salah apabila banyak orang asing, terutama yang mendalami bidang keagamaan dan kebudayaan, seperti pejabat UNESCO, menggagaskan agar Bali menjadi satu kawasan budaya yang suci dan tetap lestari. Hal ini berbeda dengan daerah atau tempat tempat lain, di mana biasanya dalam satu wilayah terdapat banyak tempat atau obyek budaya di mana setiap obyek budaya itu berdiri sendiri, tidak menjadi satu kesatuan. Sangat sulit mengatakan, bagian mana dari pulau ini yang tidak memiliki kegiatan budaya dan kegiatan keagamaan. Karena kebudayaan Bali yang dilandasi agama Hindu, yang membuat masyarakat Bali selalu berkreasi seni untuk bisa dipersembahkan kepada Hyang Widhi. Budaya adalah nafas pulau ini!
Yang perlu dicatat lagi, kata pura sendiri juga memiliki arti benteng. Jelasnya, kata pura dalam bahasa Sansekerta berasal dari akar kata pur yang berarti kubu, tembok, benteng kekuatan, daerah atau kota. Dalam bahasa Jawa-kuno kata ini memiliki arti yang kurang lebih sama. dalam bahasa Bali, juga dalam bahasa Indonesia, arti kata pura mengkhusus sebagai tempat sembahyang umat Hindu.
Di dalam Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir terhadap Aspek-aspek Agama Hindu disebutkan bahwa pengertian pura adalah tempat suci untuk memuja Hyang Widhi Wasa dalam segala prabhawa (manifestasiNya) dan Atma Sidha Dewata (Roh suci leluhur).
Di samping digunakan istilah pura untuk menyebut tempat suci atau tempat pemujaan dipergunakan pula istilah kahyangan atau parhyangan.
Keberadaan pura yang tersebar di mana-mana, sangat sesuai dengan konsepsi Hindu yang menyatakan bahwa Tuhan itu ada di mana mana! Dan..Tuhanlah menjadi asal muasal dan tujuan dari semua kehidupan di dunia ini seperti terungkap dalam bait kekawin Arjuna Wiwaha dengan guru lagu Merdhu Komala:
Om sembah ning anatha tinghalana de trilokasarana
wahyadhyatmika sembah inghulun ijeng ta tan hana waneh
sang lwir agni sakeng tahen kadi minyak sakeng dadhi kita
sang saksat metu yan hana wwang amuter tutur pinahayuwyapi-wyapaka sari ning parama tattwa durlabha kita
icchantang hana tan hanaganal-alit lawan hala-hayu
utpatti-sthiti-lina ning dadi kita ta karana-nika
sang sangkan paraning sarat sakala-niskalatmaka kita
Puisi Mpu Kanwa ini jelas mengungkapkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa yang meresap dan meliput segalanya, yang menjadikan lahir hidup dan mati dan menjadi inti sari sekala niskala atau lahir batin.
Sumber: Tim Penyusun Buku Pura Pucak Mangu – Dinas Kebudayan Bali