Petunjuk mengenai hari-hari raya dan saat-saat suci diperoleh dari ajaran Sundari Gama. Dalam ajaran itu disebutkan bahwa Sang Hyang Suksma Litjin memerintahkan kepada para purohita (orang-orang suci) agar mengingatkan para pemegang tampuk kekuasaan, agar ia, dan dengan kuasanya memerintahkan segenap bawahannya, mengadakan yadnya, atau upacara persembahan pada hari-hari dan saat-saat tertentu. Persembahan itu disebut bebantenan atau widhi-widhana, sebagai perwujudan darma dalam menjaga kesejahteraan dunia dan kebahagiaan segenap makhluk.
Hari-hari yang dicatat sebagai ketetapan itu diyakini telah disucikan oleh Ida Sang Hyang Widhi sebagai waktu-waktu yang tepat untuk menjaga hubungan ciptaan dan sang maha penciptanya. Penyampaian cinta kasih beliau yang selalu melimpahkan sinar terang kepada akal budi manusia, anugerah yang tak terbatas bagi kehidupan serta bimbingan yang abadi kepada kelestarian ciptaannya. Melalui yadnya, segenap manusia pada saat itu hendaknya menyampaikan rasa sukur dan hormat melalui pengurbanan dan persembahan yang terbaik kepada beliau yang maha suci.
Untuk memudahkan penjelasan saat-saat suci atau rerahinan itu, kita kelompokkan keseluruhannya dalam cara sebagai berikut:
- Yadnya yang dilakukan tiap hari.
- Yadnya yang dilakukan pada Triwara dengan Pancawara tertentu.
- Yadnya yang dilakukan pada Saptawara dan Pancawara tertentu.
- Yadnya yang dilakukan pada Wuku tertentu. Secara keseluruhan, lihat tabel.
- Yadnya yang dilakukan pada sasih tertentu antara lain Nyepi dan Siwa Ratri.
Hari raya yang dirayakan bersama oleh seluruh umat disebut Rerahinan Gumi. Masih banyak lagi hari raya yang dirayakan hanya oleh beberapa keluarga pada hari-hari tertentu untuk di pura dan parhyangan masing-masing.
Hakikat dari perayaan hari-hari raya itu, suasana dan kesungguhan hati masing-masing umat adalah unsur yang paling menentukan. Kesungguhan itu dilihat dari pendalaman batin umat dalam menghayati arti dari masing-masing hari raya. Tanpa pengertian yang mendalam dari maknanya, mustahil tujuan perayaan saat-saat suci itu tercapai. Menjadikannya tidak lebih dari sekedar keramaian yang tanpa makna.
Pada suasana bagaimanapun, perayaan rerainan atau hari raya ini harus berlangsung. Demikianlah hendaknya perwujudan sembah bakti sekala kita kepada Hyang Widhi, lepas dari segala kekurangan dan kelebihan umatNya, yadnya harus tetap ditaati.