Tari Wali dalam Rangkaian Yadnya

Tari Wali adalah suatu tari- tarian yang merupakan rangkaian pelaksanaan upacara yadnya.

Berikut beberapa tari wali yang dikelompokkan kedalam upacara panca yadnya:

  1. Dewa Yadnya
    • Topeng Pajegan (Topeng Sidhakarya)

      Topeng berarti penutup muka yang terbuat dari kayu, kertas, kain dan bahan lainnya dengan bentuk yang berbeda-beda. Dari yang berbentuk wajah dewa-dewi, manusia, binatang, setan dan lain-lainnya. Di Bali, topeng juga adalah suatu bentuk dramatari yang semua pelakunya mengenakan topeng dengan cerita yang bersumber pada cerita sejarah yang lebih dikenal dengan Babad.

      Dalam membawakan peran-peran yang dimainkan, para penari memakai topeng bungkulan (yang menutup seluruh muka penari),topeng sibakan (yang menutup hanya sebagian muka dari dahi hingga rahang atas termasuk yang hanya menutup bagian dahi dan hidung). Semua tokoh yang mengenakan topeng bungkulan tidak perlu berdialog langsung, sedangkan semua tokoh yang memakai topeng sibakan memakai dialog berbahasa kawi dan Bali.

      Tokoh-tokoh utama yang terdapat dalam dramatari Topeng terdiri dari Pangelembar (topeng Keras dan topeng tua), Panasar (Kelihan – yang lebih tua, dan Cenikan yang lebih kecil), Ratu (Dalem dan Patih) dan Bondres (rakyat). Jenis-jenis dramatari topeng yang ada di Bali adalah :

      Topeng Pajegan yang ditarikan oleh seorang aktor dengan memborong semua tugas-tugas yang terdapat didalam lakon yang dibawakan. Di dalam topeng Pajegan ada topeng yang mutlak harus ada, yakni topeng Sidakarya. Oleh karena demikian eratnya hubungan topeng Pajegan dengan upacara keagamaan, maka topeng ini pun disebut Topeng Wali. Dramatari Topeng hingga kini masih ada hampir diseluruh Bali.

      Topeng Panca yang dimainkan oleh empat atau lima orang penari yang memainkan peranan yang berbeda-beda sesuai tuntutan lakon,

      Topeng Prembon yang menampilkan tokoh-tokoh campuran yang diambil dari Dramatari Topeng Panca dan beberapa dari dramatari Arja dan Topeng Bondres, seni pertunjukan topeng yang masih relatif muda yang lebih mengutamakan penampilan tokoh-tokoh lucu untuk menyajikan humor-humor yang segar.

    • Wayang Lemah/ wayang upacara/ wayang sudhamala.
      wayang lemah
      Sumber gambar dari somaphotographia.blogspot.co.id

      Dipentaskan  umumnya pada siang hari/lemah (bhs.bali) dan dilihat dari fungsinya adalah termasuk kesenian pelengkap upacara keagamaan. Di beberapa tempat disebut dengan Wayang Gedog.

      Wayang ini dipentaskan tanpa menggunakan layar atau kelir, dan lampu blencong. Dalam memainkan wayangnya, dalang menyandarkan wayang-wayang pada seutas benang putih (benang tukelan) sepanjang sekitar setengah sampai satu meter yang diikat pada batang kayu dapdap yang dipancangkan pada batang pisang di kedua sisi dalang.

      Gamelan pengiringnya adalah gender wayang yang berlaras slendro (lima nada). Wayang upacara ini, pementasannya sangat tergantung pada waktu pelaksanaan upacara keagamaan yang diiringinya, sehingga dapat dipentaskan pada siang hari, sore ataupun malam hari.

      Pendukung pertunjukan ini adalah yang paling kecil, 3 sampai 5 orang yang terdiri dari seorang dalang dan satu atau dua pasang penabuh gender wayang. Sebagai kesenian upacara, pertunjukan wayang lemah biasanya mengambil tempat di sekitar tempat upacara dengan tidak mempergunakan panggung pementasan khusus.

      Lakon yang dibawakan pada umumnya bersumber pada cerita Mahabrata yang disesuaikan dengan jenis dan tingkatan upacara yang diiringinya. Jangka waktu pementasan Wayang Lemah pada umumnya singkat, sekitar 1 sampai 2 jam.

    • Rejang (dengan berbagai variasi).
      rejang
      Sumber gambar dari : http://gawpc.garuda-indonesia.com

      Tarian yang memiliki gerak tari yang sederhana dan lemah gemulai, ditarikan oleh penari putri (pilihan maupun campuran dari berbagai usia) yang dilakukan secara berkelompok atau massal di halaman pura pada saat berlangsungnya suatu upacara. Bisa diiringi dengan gamelan Gong Kebyar atau Gong Gede.Tari Rejang ini, oleh masyarakat Bali dibagi dalam beberapa jenis berdasarkan status sosial penarinya (Rejang Deha: ditarikan oleh remaja putri), cara menarikannya (Rejang Renteng : ditarikan dengan saling memegang selendang), tema dan perlengkapan tarinya terutama hiasan kepalanya (Rejang Oyopadi, Rejang Galuh, Rejang Dewa dll).
      Di desa Tenganan, dalam upacara “Aci Kasa” ditarikan tari Rejang Palak, Rejang Mombongin, Rejang Makitut dan Rejang Dewa yang diiringi dengan gamelan Selonding yang masing-masing tarian Rejang tersebut dapat dilihat perbedaannya dari simbol-simbol dan benda sakral yang dibawa penarinya, pola geraknya, cara menarikannya dan tata busananya.

    • Sutri.
    • Gabor.
    • Sanghyang Dedari 
      Sebagaimana namanya, tari Sanghyang Dedari ini termasuk tarian sakral yang tidak untukdipertontonkan sebagai fungsi pertunjukan, tetapi hanya diselenggarakan dalam rangkaian upacara suci. Tarian ini dilakukan oleh sepasang gadis cilik yang belum akil balig. Sebelum menari, kedua gadis tadi diupacarai untuk memohon datangnya sang Dedari ke dalam badan kasar mereka. Prosesi diiringi dengan paduan suara gending sanghyang yang dilakukan oleh kelompok paduan suara wanita dan pria. Kedua gadis itu kemudian pingsan, tanda bahwa roh dedari telah merasukinya.

      Kemudian beberapa orang membangunkan dan memasangkan hiasan kepalanya, kedua gadis dalam keadaan tidak sadar, dibawa ke tempat menari. Di tempat menari, kedua gadis kecil itu diberdirikan di atas pundak dua orang pria yang kuat. Dengan iringan gamelan Palegongan, kedua penari menari-nari di atas pundak si pemikul yang berjalan berkeliling pentas. Gerakan tarian yang dilakukan mirip dengan tari Legong. Selama tarian berlangsung, mata kedua gadis itu tetap tertutup rapat. Menari di atas bahu seseorang tanpa terjatuh, tidak mungkin dilakukan oleh gadis-gadis cilik dalam keadaan sadar, apalagi biasanya si gadis belum pernah belajar menari sebelumnya. Sungguh menakjubkan.

      Tarian suci ini diadakan dalam upacara memohon keselamatan dari bencana atau wabah penyakit yang menyerang suatu desa.
      Tarian ini terdapat di daerah Badung, Gianyar, dan Bangli.

    • Sanghyang Topeng
    • Abuang (mabuang).
       Abuang atau Mabuang merupakan tari hiburan dalam upacara penyimpanan Bhatara Bagus Selonding atau disebut upacara ngalemekin, yang ditampilkan sehari setelah upacara tersebut dan tari ini terdapat di desa Tenganan.
    • Brutuk
    • Baris Gede (dengan berbagai variasinya)
    • Mresi
      Tarian ini dibawakan oleh penari putra yang belum menikah, gerakan tarinya sangat sederhana namun berwibawa dengan keris sebagai senjata, mereka menari secara berpasangan dan berkelompok diiringi dengan gamelan Selonding. Busana yang dikenakan adalah busana upacara adat, tarian ini terdapat didesa Tenganan.
    • Sraman.
    • Gebug Ende 
      Tarian rakyat yang merupakan tari adu ketangkasan yang dibawakan oleh kaum pria, masing-masing penari membawa tongkat rotan dan sebuah perisai (tameng/ ende) yang berfungsi sebagai pelindung dari serangan lawan. Tarian ini dimaksudkan sebagai tarian untuk memohon hujan, dan terdapat di daerah Karangasem.
    • Barong (dengan berbagai variasinya).
    • Deha Malon.
    • Gambuh.
      Gambuh adalah tarian dramatari Bali yang dianggap paling tinggi mutunya dan merupakan dramatari klasik Bali yang paling kaya akan gerak-gerak tari sehingga dianggap sebagai sumber segala jenis tari klasik Bali.

      Diperkirakan Gambuh ini muncul sekitar abad ke XV yang lakonnya bersumber pada cerita Panji. Gambuh berbentuk total theater karena di dalamnya terdapat jalinan unsur seni suara, seni drama & tari, seni rupa,seni sastra, dan lainnya.

      Pementasannya dalam upacara-upacara Dewa Yadnya seperti odalan, upacara Manpusa Yadnya seperti perkawinan keluarga bangsawan, upacara Pitra Yadnya (ngaben) dan lain sebagainya.

    • Wayang Wong.
      Wayang Wong pada dasarnya adalah seni pertunjukan topeng dan perwayangan dengan pelaku-pelaku manusia atau orang (wong). Dalam membawakan tokoh-tokoh yang dimainkan, semua penari berdialog, semua tokoh utama memakai bahasa Kawi sedangkan para punakawan memakai bahasa Bali. Pada beberapa bagian pertunjukan, para penari juga menyanyi dengan menampilkan bait – bait penting dari Kakawin.Di Bali ada dua Jenis Wayang Wong, yaitu Wayang Wong Ramayana, dan Wayang Wong Parwa. Wayang Wong Ramayana kemudian disebut Wayang Wong saja, ialah dramatari perwayangan yang hanya mengambil lakon dari wira carita Ramayana. Hampir semua penari mengenakan topeng. Diiringi dengan gamelan Batel Wayang yang berlaras Slendro.Terdapat di desa-desa:

      Wayang Wong Parwa yang biasa disebut Parwa yakni dramatari wayang wong yang mengambil lakon wira carita Mahabrata (Asta Dasa Parwa). Para penarinya umumnya tidak mengenakan topeng, kecuali para punakawan, seperti Malen, Merdah, Sanggut, Delem. Diiringi gamelan Batel Wayang yang berlaras Slendro. Parwa terdapat di desa-desa:

    • Pendet.
      Tari putri yang memiliki pola gerak yang lebih dinamis dari tari Rejang yang dibawakan secara berkelompok atau berpasangan, ditampilkan setelah tari Rejang di halaman pura dan biasanya menghadap ke arah suci (pelinggih) dengan mengenakan pakaian upacara dan masing-masing penari membawa sangku, kendi, cawan dan perlengkapan sesajen lainnya.
    • Ngangap.
    • Mekincang- kincung.
    • Sandaran (Telek).
  2. Resi Yadnya
    • Topeng Pajegan.
    • Wayang Lemah.
    • Barong Ket.
    • Gambuh.
  3. Pitra Yadnya.
    • Baris Poleng (Ketekok Jago)
    • Baris Dadap
    • Topeng Pajegan (Topeng Panca, Prembon).
  4. Manusa Yadnya.
    • Wayang Sapuh leger.
    • Wayang Lemah.
    • Topeng Pajegan.
    • Joged Leko.
    • Barong.
    • Topeng Panca.
  5. Bhuta Yadnya.
    • Sanghyang Celeng.
      Penarinya adalah seorang pria dengan busana terbuat dari ijuk, seperti seekor babi, dan diiringi dengan nyanyian paduan suara Gending Sanghyang yang sakral. Melalui tahap nusdus, roh babi didatangkan, dan dimasukkan ke dalam kesadaran si penari. Setelah kemasukan, penari akan merangkak berkeliling, menirukan tingkah laku seekor babi (masolah). Pada akhir tarian, penarinya disadarkan (ngalinggihang) dengan memercikkan air suci (tirta). Tarian ini terdapat di daerah Duda (Karangasem).
    • Sanghyang Memedi.
    • Sanghyang Bojog.
      Penarinya adalah seorang pria dengan busana seperti seekor kera (bojog) dan diiringi dengan nyanyian paduan suara gending Sanghyang. Sebelum dimulai, penarinya melalui tahapan pemanggilan roh kera. Setelah kemasukan, penari akan melompat ke atas pohon dan menirukan tingkah laku seekor kera. Seringkali gerakan yang dilakukan adalah gerakan yang mustahil atau sangat sulit dilakukan oleh manusia yang sadar diri. Pada akhir tarian, penarinya disadarkan dengan memercikkan air suci (tirta). Tarian ini terdapat di daerah Duda (Karangasem).
    • Sanghyang Jaran.
      Ditarikan oleh seorang pria atau seorang pemangku yang mengendarai sebuah kuda-kudaan yang terbuat dari pelepah daun kelapa. Penarinya kerasukan roh kuda tunggangan dewata dari kahyangan, diiringi dengan nyanyian paduan suara yang melagukan gending sanghyang, berkeliling sambil memejamkan mata, berjalan dan berlari-kecil dengan kaki telanjang, menginjak-injak bara api batok kelapa yang dihamparkan di tengah arena.
      Tari ini diselenggarakan pada saat-saat prihatin, misalnya terjadi wabah penyakit atau kejadian lain yang meresahkan masyarakat, dan terdapat di daerah Denpasar, Badung, Gianyar dan Bangli.
    • Barong Kedingkling.

Pelaksanaan tari-tarian wali ini disesuaikan dengan desa, kala, patra.

Catatan :

  1. Lakon tari wali yang dipentaskan dalam Panca Yadnya disesuaikan dengan hakekat dan makna yadnya bersangkutan.
  2. Tingkatan yadnya yang patut disertai tari wali yaitu mulai dari yadnya tingkat madya sesuai dengan dresta.
  3. Tempat pementasan tari wali di tempat upacara berlangsung.
  4. Usaha melestarikan tari wali pada panca yadnya:
    • PHDI Pusat, supaya menginstruksikan kepada PHDI seluruh Indonesia agar umat Hindu seluruh Indonesia dalam melaksanakan upacara selalu mempertahankan tari wali sesuai dengan yadnya yang bersangkutan. Dalam hal ini diharapkan peran serta Tri Manggala Yadnya.
    • Mengadakan pembinaan oleh instansi/ lembaga yang berkait secara formal dan informal.
      1. Formal oleh jalur sekolah.
      2. Informal melalui sanggar- sanggar tari Bali, organisasi sosial kemasyarakatan Hindu antara lain Sekaha teruna- teruni, melalui KKN dan PKL.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *