Pura Gua Gajah

Tri Purusa di Goa Gajah

Siwa Tattwa ngaranya sukha tanpa wali duhka.
Sadasiwa Tattwa ngaranya tan pawwit tanpa tungtung.
Paramasiwa Tattwa ngaranya niskala tan tan wenang
winastwan ikang sukha, salah linaksanan.
(Wrehaspati Tattwa.50).

Maksudnya:

Tujuan Siwa Tattwa mencapai kebahagiaan yang tidak berbalik pada kedukaan. Paramasiwa Tattwa adalah kebahagiaan yang bersifat niskala, tidak dapat dibayangkan dalam wujud nyata dan tidak benar bila diberi ciri-ciri.


Di Pura Goa Gajah terdapat ceruk di mana di dalam salah satu ceruknya di arah timur goa terdapat tiga buah Lingga berjejer dalam satu lapik. Masing-masing Lingga di kelilingi oleh depalan Lingga kecil-kecil. Dalam tradisi Hindu Lingga itu adalah bangunan suci simbol pemujaan pada Dewa Siwa sebagai salah satu manifestasi Tuhan. Tiga Lingga ini mungkin sebagai salah satu peninggalan Hindu dari sekte Siwa Pasupata.

Tiga Lingga itu sebagai simbol sakral sebagai sarana pemujaan Tuhan dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Tri Purusa. Tuhan dipuja sebagai Sang Hyang Tri Purusa itu dalam fungsinya sebagai jiwa agung alam semesta. Siwa sebagai jiwa Bhur Loka. Sada Siwa sebagai jiwa agung Bhuwah Loka dan Parama Siwa sebagai jiwa Swah Loka. Tujuan pemujaan Tuhan sebagai Siwa jiwa agung Bhur Loka adalah untuk mencapai suka tanpa wali duhkha. Sebagai Sada Siwa untuk mencapai kebahagiaan yang tiada berpangkal dan tiada berujung. Sebagai Parama Siwa untuk mencapai kebahagiaan yang bersifat niskala yang tidak dapat dibayangkan dalam wujud nyata dan tidak mungkin diberikan ciri-cirinya. Demikian dinyatakan dalam pustaka suci Wrehaspati Tattwa.

Masing-masing Lingga dikelilingi oleh delapan Lingga kecil-kecil itu sebagai simbol delapan dewa di delapan penjuru dari masing-masing bhuwana tersebut. Delapan dewa itu disebut Astadipalaka, artinya delapan kemahakuasaan Tuhan sebagai pelindung seluruh penjuru alam. Memuja Tuhan dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Tri Purusa bertujuan untuk menguatkan jiwa untuk mencapai kesuksesan hidup di Tri Bhuwana.

Delapan dewa di masing-masing bhuwana itu adalah sebagai dewa manifestasi dari Siwa. Dalam buku ”Penuntun ke Objek-objek Purbakala” oleh Prof. Drs. I Gst. Gde Ardana dinyatakan tiga Lingga di Pura Goa Gajah itu ada yang menduga sebagai simbol pemujaan Tri Murti. Dugaan itu sepertinya kurang nyambung dengan konsep pantheon Hindu.

Pura Goa Gajah itu terletak di Desa Bedaulu Kecamatan Blahbatuh, Gianyar. Pura ini memiliki banyak peninggalan purbakala. Karena itu pura ini banyak dikunjungi oleh para wisatawan asing maupun domestik. Pura ini dapat dibagi menjadi tiga bagian. Ada bangunan-bangunan suci Hindu yang amat tua sekitar abad ke-10 Masehi. Ada bangunan suci Hindu berupa pelinggih-pelinggih yang dibangun setelah abad tersebut. Sedangkan yang ketiga ada bangunan peninggalan agama Buddha yang diperkirakan oleh para ahli sudah ada sekitar abad ke-8 Masehi sezaman dengan Candi Borobudur di Jawa Tengah.

Di ceruk bagian timur goa terdapat tiga Lingga besar berjejer di atas satu lapik, sedangkan di bagian baratnya terdapat arca Ganesa di goa berbentuk T. Jadinya di bagian hulu atau keluwan goa ada tiga Lingga simbol Siwa atau Sang Hyang Tri Purusa. Sedangkan di bagian teben adalah arca Ganesa yaitu putra Siwa dalam sistem pantheon Hindu. Karena adanya arca Ganesa inilah menurut Miguel Covarrubias goa ini bernama Goa Gajah.

Fungsi Dewa Ganesa dalam sistem pemujaan Hindu adalah sebagai Wighna-ghna Dewa dan sebagai Dewa Winayaka. Wighna artinya halangan atau tantangan. Pemujaan Tuhan sebagai Dewa Ganesa adalah pemujaan untuk mendapatkan tuntunan spiritual agar memiliki ketahanan diri dalam menghadapi berbagai halangan atau tantangan hidup. Ganesa dipuja sebagai Dewa Winayaka adalah untuk mendapatkan tuntunan Tuhan dalam mengembangkan hidup yang bijaksana. Kemampuan menghadapi tantangan dan mengembangkan kebijaksanaan ini sebagai langkah awal untuk meraih hidup yang damai dan sejahtera di bumi ini.

Di depan goa terdapat arca Pancuran dalam sebuah kolam permandian sakral yang karena zaman tertimbun tanah. Saat Kriygsman menjabat kepala kantor Prbakala di Bali, maka tahun 1954 permandian itu digali. Di permandian itu terdapat arca Widyadara dan Widyadhari. Arca pancuran ini ada enam buah. Tiga berjejer di bagian utara dan tiga di bagian selatan. Arca bidadari ini diletakkan di atas lapik teratai atau padma. Padma adalah simbol alam semesta stana Hyang Widhi.

Di tengahnya ada arca laki simbol Widyadhara. Enam arca Widyadhari ini mengalirkan air dari pusat arca dan ada yang dari susu arca. Air yang mengalir di kolam itu sebagai simbol kesuburan. Tujuan pemujaan Tuhan dengan simbol Lingga sebagai media untuk memotivasi munculnya kesuburan. Lingga itu dibagi menjadi dua bagian yaitu alasnya disebut Yoni simbol Predana dan yang berdiri tegak di atas yoni itu disebut Lingga. Bagian bawah lingga berbentuk segi empat simbol Brahma Bhaga, di atasnya berbentuk segi delapan simbol Wisnu Bhaga.

Di atas segi delapan berbentuk bulat panjang. Inilah puncaknya sebagai Siwa Bhaga. Dalam upacara pemujaan Lingga ini disiram air atau dengan susu. Air atau susu itu ditampung melalui saluran yoni. Air itulah yang dipercikan ke sawah ladang memohon kesuburan pertanian dan perkebunan.

Arca pancuran itu lambang air mengalir untuk membangun kesuburan pertanian dalam arti luas. Dalam Canakya Nitisastra, air itu dinyatakan salah satu dari tiga Ratna Permata Bumi.

Tumbuh-tumbuhan bahan makanan dan obat-obatan serta kata-kata bijak sebagai dua Ratna Permata lainnya. Bangunan suci Hindu di Pura Goa Gajah di samping ada bangunan peninggalan Hindu pada zaman eksisnya Hindu Siwa Pasupata pada zaman berikutnya ada pura sebagai pemujaan Hindu pada zaman Hindu Siwa Siddhanta telah berkembang. Karena itu di sebelah timur agak ke selatan Goa Gajah itu ada beberapa pelinggih. Ada Pelinggih Limas Catu dan Limas Mujung sebagai Pelinggih Pesimpangan Batara di Gunung Agung dan Gunung Batur.

Ada Pelinggih Gedong sebagai pelinggih leluhur para gusti di Bedaulu. Ada pelinggih Ratu Taman sebagai pemujaan Batara Wisnu sebagai dewanya air. Sebagaimana pura pada umumnya terdapat juga beberapa bangunan pelengkap. Seperti pelinggih Pengaruman sebagai tempat sesaji untuk persembahan saat ada upacara, baik upacara piodalan maupun karena ada hari raya Hindu lainnya.

Peninggalan yang lebih kuno dari peninggalan Hindu di Pura Goa Gajah adalah adanya peninggalan agama Buddha. Di luar goa di sebelah baratnya ada arca Buddhis yaitu Dewi Hariti di Bali disebut arca Men Brayut. Arca ini dilukiskan sebagai seorang wanita yang memangku banyak anak. Dalam mitologi agama Buddha, Hariti ini pada mulanya seorang wanita pemakan daging manusia terutama daging anak-anak. Setelah Hariti ini mempelajari ajaran Sang Budsha, Hariti akhirnya menjadi seorang yang sangat religius dan penyayang anak-anak.

Di sebelah selatan Goa Gajah melalui parit diketemukan arca Buddha dalam sikap Dhyani Buddha Amitaba. Buddha dalam sikap Dhyani Buddha Amitaba ini dalam sistem pantheon Buddha Mahayana sebagai Buddha pelindung arah barat alam semesta. Demikian tiga wajud bangunan keagamaan Hindu dan Buddha di Pura Goa Gajah.* I Ketut Gobyah

Sumber: Bali Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *