Tattwa

Sebenarnya agama Hindu mempunyai kerangka dasar kebenaran yang sangat kokoh karena masuk akal dan konseptual. Konsep pencarian kebenaran yang hakiki di dalam Hindu diuraikan dalam ajaran filsafat yang disebut Tattwa. Tattwa dalam agama Hindu dapat diserap sepenuhnya oleh pikiran manusia melalui beberapa cara dan pendekatan yang disebut Pramana. Ada tiga cara penyerapan pokok yang disebut Tri Pramana. Tri Pramana menyebabkan akal budi dan pengertian manusia dapat menerima kebenaran hakiki dalam tattwa, sehingga berkembang menjadi keyakinan dan kepercayaan. Kepercayaan dan keyakinan dalam Hindu disebut dengan sradha. Dalam Hindu, sradha disarikan menjadi lima esensi yang disebut Panca Sradha.

Berbekal Panca Sradha yang diserap menggunakan Tri Pramana ini, perjalanan hidup seorang Hindu menuju ke satu tujuan yang pasti. Ke arah kesempurnaan lahir dan batin yaitu Jagadhita dan Moksa. Ada empat jalan yang bisa ditempuh menuju tujuan tersebut yang disebut Catur Marga.

Tri Pramana

“Tri” artinya tiga, “Pramana” artinya jalan, cara, atau ukuran. Jadi Tri Pramana adalah tiga jalan / cara untuk mengetahui hakekat kebenaran sesuatu, baik nyata maupun abstrak yang meliputi:

  • Agama Pramana
    Agama Pramana adalah suatu ukuran atau cara yang dipakai untuk mengetahui dan meyakini sesuatu dengan mempercayai ucapan- ucapan kitab suci, karena sering mendengar petuah- petuah dan ceritera para guru, Resi atau orang- orang suci lainnya.Ceritera- ceritera itu dipercayai dan diyakini karena kesucian batin dan keluhuran budi dari para Maha Resi itu. Apa yang diucapkan atau diceriterakannya menjadi pengetahuan bagi pendengarnya. Misalnya: Guru ilmu pengetahuan alam berceritera bahwa di angkasa luar banyak planet- planet, sebagaimana juga bumi berbentuk bulat dan berputar. Setiap murid percaya kepada apa yang diceriterakan gurunya, oleh karena itu tentang planet dan bumi bulat serta berputar menjadi pengetahuan yang diyakini kebenarannya, walaupun murid- murid tidak pernah membuktikannya.Demikianlah umat Hindu meyakini Sang Hyang Widhi Wasa berdasarkan kepercayaan kepada ajaran Weda, melalui penjelasan- penjelasan dari para Maha Resi atau guru- guru agama, karena sebagai kitab suci agama Hindu memang mengajarkan tentang Tuhan itu demikian.
  • Anumana Pramana
    Anumana Pramana adalah cara atau ukuran untuk mengetahui dan meyakini sesuatu dengan menggunakan perhitungan logis berdasarkan tanda- tanda atau gejala- gejala yang dapat diamati. Dari tanda- tanda atau gejala- gejala itu ditarik suatu kesimpulan tentang obyek yang diamati tadi.
    Cara menarik kesimpulan adalah dengan dalil sebagai berikut:Yatra Yatra Dhumah, Tatra Tatra Wahnih
    Di mana ada asap di sana pasti ada api.Contoh:
    Seorang dokter dalam merawat pasiennya selalu mulai dengan menanyakan keluhan- keluhan yang dirasakan si pasien sebagai gejala- gejala dari penyakit yang diidapnya. Dengan menganalisa keluhan- keluhan tadi dokter dapat menyimpulkan penyakit pasiennya, sehingga mudah melakukan pengobatan.
    Demikian pula jika memperhatikan keadaan dunia ini, maka banyak sekali ada gejala- gejala alam yang teratur. Hal itu menurut logika kita hanya mungkin dapat terjadi apabila ada yang mengaturnya.Contoh:
    Apabila kita memperhatikan sistem tata surya yang harmonis, di mana bumi yang berputar pada sumbunya mengedari matahari, begitu pula bulan beredar mengelilingi matahari pada garis edarnya, tidak pernah bertabrakan, begitu teratur abadi. Kita lalu menjadi kagum dan berpikir bahwa keteraturan itu tentu ada yang mengatur, the force of nature yaitu Sang Hyang Widhi Wasa.
  • Pratyaksa Pramana
    Pratyaksa Pramana adalah cara untuk mengetahui dan meyakini sesuatu dengan cara mengamati langsung terhadap sesuatu obyek, sehingga tidak ada yang perlu diragukan tentang sesuatu itu selain hanya harus meyakini.
    Misalnya menyaksikan atau melihat dengan mata kepala sendiri, kita jadi tahu dan yakin terhadap suatu benda atau kejadian yang kita amati. Untuk dapat mengetahui serta merasakan adanya Sang Hyang Widhi Wasa dengan pengamatan langsung haruslah didasarkan atas kesucian batin yang tinggi dan kepekaan intuisi yang mekar dengan pelaksanaan yoga samadhi yang sempurna.

Dalam Wrhaspati Tattwa sloka 26 disebutkan:

Pratyaksanumanasca krtan tad wacanagamah pramananitriwidamproktam tat samyajnanam uttamam. Ikang sang kahanan dening pramana telu, ngaranya, pratyaksanumanagama.

Artinya:
Adapun orang yang dikatakan memiliki tiga cara untuk mendapat pengetahuan yang disebut Pratyaksa, Anumana, dan Agama.

Pratyaksa ngaranya katon kagamel. Anumana ngaranya kadyangganing anon kukus ring kadohan, yata manganuhingganing apuy, yeka Anumana ngaranya.

Artinya:
Pratyaksa namanya (karena) terlihat (dan) terpegang. Anumana sebutannya sebagai melihat asap di tempat jauh, untuk membuktikan kepastian (adanya) api, itulah disebut Anumana.

Agama ngaranya ikang aji inupapattyan desang guru, yeka Agama ngaranya. Sang kinahanan dening pramana telu Pratyaksanumanagama, yata sinagguh Samyajnana ngaranya.

Artinya:
Agama disebut pengetahuan yang diberikan oleh para guru (sarjana), itulah dikatakan Agama. Orang yang memiliki tiga cara untuk mendapat pengetahuan Pratyaksa, Anumana, dan Agama, dinamakan Samyajnana (serba tahu).

Kalau direnungkan secara mendalam segala benda maupun kejadian yang menjadi pengetahuan dan pengamalan kita sebenarnya semua didapat melalui Tri Pramana.

Panca Sradha

Ada lima keyakinan yang disebut Panca Sradha yang mendasari segala aspek kehidupan bagi umat Hindu.

  • Brahman, keyakinan terhadap Tuhan.
  • Atman, keyakinan terhadap Atman (jiwa).
  • Karmapala, keyakinan terhadap hukum karma.
  • Punarbawa / Samsara, keyakinan terhadap penjelmaan kembali.
  • Moksa, keyakinan terhadap penyatuan Atman dengan Brahman.

Lebih lengkap tentang Panca Sradha dapat dibaca di tautan ini.

Catur Marga

Dalam ajaran agama Hindu terdapat empat jalan untuk mencapai kesempurnaan hidup lahir dan batin (Jagadhita dan Moksa) yang disebut dengan Catur Marga. “Catur” artinya empat, “Marga” artinya jalan.

  1. Bhakti Marga

    Bhakti Marga adalah usaha untuk mencapai jagadhita dan moksa dengan jalan sujud bakti kepada Tuhan. Dengan sujud dan cinta kepada Tuhan Pelindung dan Pemelihara semua makhluk, maka Tuhan akan menuntun seorang Bhakta -yakni orang yang cinta, bakti, dan sujud kepada-Nya- untuk mencapai kesempurnaan. Dengan menyembah dan berdoa mohon perlindungan dan ampun atas dosa-dosanya yang pernah dilaksanakan serta mengucap syukur atas perlindungannya, kian hari cinta baktinya kepada Tuhan makin mendalam hingga Tuhan menampakkan diri (manifest) di hadapan Bhakta itu.

    Tuhan memelihara dan melindungi orang yang beriman itu, supaya hidupnya tetap tenang dan tentram. Jalan yang utama untuk memupuk perasaan bakti ialah rajin menyembah Tuhan dengan hati yang tulus ikhlas, seperti melaksanakan Tri Sandhya yaitu sembahyang tiga kali dalam sehari: pagi, siang, dan sore hari dan bersembahyang pada hari suci lainnya.

  2. Karma Marga

    Karma Marga berarti jalan atau usaha untuk mencapai jagadhita dan moksa dengan melakukan perbuatan kebajikan, tanpa terikat oleh nafsu untuk mendapatkan hasil seperti kemasyhuran, kewibawaan, keuntungan, dan sebagainya. Perbuatan tersebut dilakukan sebagai pengabdian, berbuat amal kebajikan untuk kesejahteraan umat manusia dan sesama makhluk.

    Selain itu Karma Marga beririsan inti ajarannya dengan Bhakti Marga, yaitu mengarahkan segala usaha, pengabdian kebijaksanaan, amal dan pengorbanan itu bukan dari dirinya sendiri melainkan dari Tuhan.

  3. Jnana Marga

    Jnana Marga ialah suatu jalan dan usaha untuk mencapai jagadhita dan moksa dengan mempergunakan kebijaksanaan filsafat (Jnana). Di dalam usaha untuk mencapai kesempurnaan dengan kebijaksanaan itu, para arif bijaksana (Jnanin) melaksanakan dengan keinsyafan bahwa manusia adalah bagian dari alam semesta yang bersumber pada suatu sumber alam, yang di dalam kitab suci Weda disebut Brahman atau Purusa.

    Di dalam Upanishad dijelaskan bahwa Brahman atau Purusa adalah sebagai sumber unsur-unsur rohani maupun jasmani semua makhluk dan sumber segala benda yang terdapat di alam ini. Brahman sebagai sumber segala-galanya mempunyai kekuatan yang dapat dikatakan hukum kodrat, atau sifatnya yang menyebabkan Brahman berubah menjadi serba segala, rohaniah maupun jasmaniah (sekalaniskala). Menginsyafi bahwa segala yang ada, rohani maupun jasmani, benda yang berwujud (sthula) maupun abstrak (suksma) bersumber pada Brahman, maka para jnanin memandang bahwa semua benda jasmaniah (jasad) dan wujud rohani (alam pikiran dan sebagainya) yang timbul dari Brahman adalah benda dan wujud yang bersifat sementara / relatif. Hanya sumbernya yaitu Brahman (Siwa) Yang Maha Agung yang sungguh-sungguh ada dan mutlak / absolut.

    Dengan kebijaksanaan mereka dapat mencapai dharma yang memberikan kebahagiaan lahir batin dalam hidupnya sekarang, di akhirat (Swarga) dan dalam penjelmaan yang akan datang (Swarga Cyuta). Andaikata rahmat melimpah akhirnya mereka dapat menginjak alam moksa yaitu kebahagiaan yang kekal, yang menyebabkan roh (Atma) bebas dari penjelmaan kembali.

  4. Raja Yoga Marga

    Raja Yoga Marga ialah suatu jalan dan usaha untuk mencapai jagadhita dan moksa melalui pengabdian diri kepada Sang Hyang Widhi Wasa yaitu mulai berlangsung dan berakhir pada konsentrasi.

    Dalam arti yang lebih luas yoga ini mengandung pengertian tentang pengekangan diri. Dengan pengendalian diri yang ketat, tekun dalam yoga, maka persatuan Atman dengan Brahman akan tercapai.

Ilustrasi Jalan ke Surga
Demikianlah tattwa Hindu Dharma. Tidak terlalu rumit namun penuh kepastian. Istilah- istilah yang disebutkan di atas janganlah dianggap sebagai dogma, karena dalam Hindu tidak ada dogma. Yang ada adalah kata bantu yang telah disarikan dari sastra dan veda oleh para pendahulu kita agar lebih banyak lagi umat yang mendapatkan pencerahan dalam pencarian kebenaran yang hakiki.


Navigasi:

Dasar Agama Hindu

  1. Tattwa
  2. Susila
  3. Upacara / Yadnya

Credit:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *