Tabuh Rah

(Ayam dipersiapkan oleh pemangku untk pelaksanaan tabuh rah) Pengertian: Tabuh rah adalah taburan darah binatang korban yang dilaksanakan dalam rangkaian upacara agama (yadnya). Sumber Penggunaan Tabuh Rah terdapat pada Panca Yadnya. Dasar- dasar penggunaan tabuh rah tercantum di dalam : Prasasti Bali Kuna (Tambra prasasti). 1. Prasasti Sukawana A l 804 Çaka. 2. Prasasti Batur Abang A 933 Çaka. 3. Prasasti Batuan 944 Çaka. Lontar- lontar antara lain : 1. Siwatattwapurana. 2.

Arsitektur Bali menurut tattwa agama Hindu

Arsitektur Bali Tentang arsitektur Bali menurut tattwa agama Hindu. Pengertian bangunan secara umum. Ialah segala hasil perwujudan manusia dalam bentuk bangunan, yang mengandung keutuhan/ kesatuan dengan agama (ritual) dan kehidupan budaya masyarakat. Yang tercakup dalam bangunan yaitu : Kemampuan merancang, dan membangun. Mewujudkan seni bangunannya menurut bermacam- macam prinsip seperti : bentuk, konstruksi. bahan, fungsi dan keindahan Bangunan Bali yaitu setiap bangunan yang dibuat berdasarkan tattwa (falsafah) agama Hindu Filosofis

Pendidikan Agama Hindu

Pendidikan agama Hindu dapat kita bedakan atas 2 bagian besar yaitu : Pendidikan agama Hindu di luar sekolah yang terdiri dari : 1. Pengertian pendidikan agama Hindu. 2. Guna dan tujuan pendidikan agama Hindu. 3. Materi dan sarana pendidikan agama Hindu. 4. Pelaksanaan pendidikan agama Hindu. Pendidikan agama Hindu di sekolah, yang terdiri dari : 1. Pengertian pendidikan agama Hindu. 2. Guna dan tujuan pendidikan agama Hindu. 3. Didaktik dan

Piodalan

Tentang piodalan tingkat nista, madya dan utama, untuk pemerajan dan kahyangan tiga. Latar belakang yang mendorong adanya upacara piodalan adalah bersumber kepada ajaran Catur Marga (empat jalan untuk mencapai kesempurnaan hidup lahir dan batin) yaitu: Bhakti Marga. Jnana Marga. Karma Marga. Raja Yoga Marga. Piodalan adalah upacara pemujaan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Waça dengan segala manifestasinya lewat sarana pemerajan, pura, kahyangan, dengan nglinggayang atau ngerekayang (ngadegang) dalam hari-

Pengertian Pelinggih

Pura Desa: Pura Desa atau Pura Baleagung adalah tempat pemujaan Tuhan dalam prabawanya sebagai Brahma sang pencipta (Utpati). Letaknya : Pada tempat yang dipandang suci oleh krama desa yang bersangkutan, sebaiknya di tengah- tengah desa. Jajaran pelinggih : (lihat pada denah). Padmasana: Lingga Stana Ida Sang Hyang Widi Pelinggih Ratu Ketut Petung Gedong Bata: Lingga Stana Dewa Brahma Tepas Mecaling: Lingga Stana Sedahan Penglurah Gedong/ Bebaturan (hulun Bale Agung): Lingga Stana Betari Sedana (Melanting)

Alat- alat Upacara

Beberapa alat upacara yang dipergunakan/dibuat oleh umat hindu di bali antara lain : Penjor Penjor adalah simbul Gunung Agung. Segala pala bungkah- pala gantung dan sajen pada sanggah penjor, melambangkan persembahan terhadap Bhatara di Gunung Agung (Bhatara Giri Putri). Seperti kita ketahui, Gunung adalah sumber dari kesuburan dan akhirnya ke kemakmuran. Hanya penjor yang menggunakan unsur lengkap (sanggah, padi, pala bungkah dan sebagainya) dapat dipergunakan dalam upacara keagamaan menurut fungsinya.

Rong tiga

Rong Tiga adalah pelinggih Tri Murti/ Hyang Kemimitan / Hyang Kemulan berdasarkan lontar: Purwa Gama Sesana Kusuma Dewa Gong Wesi. Tata cara pembuatan Rong Tiga berdasarkan lontar- lontar: Asta Kosala- Kosali dan, Asta Bumi. Upakara/ Upacara termasuk pependeman dan pedagingan berdasarkan lontar· lontar: Dewa Tattwa Wariga Catur Winasa Sari Usana Dewa Widhi Tattwa dan terutama … Kusuma Dewa.

Yadnya

Yadnya adalah suatu karya suci yang dilaksanakan dengan ikhlas karena getaran jiwa / rohani dalam kehidupan ini berdasarkan dharma, sesuai ajaran sastra suci Hindu yang ada (Weda). Yadnya dapat pula diartikan memuja, menghormati, berkorban, mengabdi, berbuat baik (kebajikan), pemberian, dan penyerahan dengan penuh kerelaan (tulus ikhlas) berupa apa yang dimiliki demi kesejahteraan serta kesempurnaan hidup bersama dan kemahamuliaan Sang Hyang Widhi Wasa. Di dalamnya terkandung nilai-nilai: Rasa tulus ikhlas dan

Kepemangkuan

Pemangku adalah rohaniawan yang masih tergolong pada tingkat Eka-Jati Keadaan diri, upakara pewintenan, dan agem- ageman seorang pemangku supaya disesuaikan dengan tingkat pura yang diemongnya, sebagai dimaksud dalam sesananya. Kekhususan- kekhususan setempat dalam ngadegang Pemangku dan sebagainya (Kebayan, Jro Gede, Juru Bahu), perlu diteliti lebih jauh guna dapat dibina semestinya.  

Kawikon

Kawikon / Kawikaan   Kedudukan Wiku/ Pendeta/ Sulinggih selaku Dwijati adalah suatu kedudukan khusus yang hanya bisa didapat dengan memenuhi syarat dan upacara menurut sesana serta sesuai dengan ketentuan- ketentuan Parisada Hindu Dharma Pusat. Demikian juga mengenai Biseka, Wesa (atribut- atribut khusus) terutama wewenang- wewenangnya. Kedudukan khusus dan atribut- atribut tersebut mendapat pengakuan masyarakat serta perlu mendapat perlindungan yang lebih seksama secara hukum dari pemerintah. Di dalam hal menduduki sesuatu