Meru

Meru adalah melambangkan gunung Mahameru yang merupakan stana/ pelinggih dewa- dewi, bhatara- bhatari leluhur berdasarkan lontar – lontar: Purana Dewa Kusuma Dewa Widhi Sastra Wariga Catur Winasa Sari dan … Jaya Purana. Meru dapat dibedakan sebagai berikut : berpedagingan pada dasar dan puncak : Meru tumpang 1, Meru tumpang 2, Meru tumpang 3 berpedagingan pada dasar, madya dan puncak: Meru tumpang 5, Meru tumpang 7, Meru tumpang 9, Meru tumpang 11 Jumlah tumpang pada meru

Hindu Dharma di Bali

Susila merupakan kerangka dasar Agama Hindu yang kedua setelah Tattwa. Susila memegang peranan penting bagi tata kehidupan manusia sehari-hari. Realitas hidup bagi seseorang dalam berkomunikasi dengan lingkungannya akan menentukan sampai di mana kadar budi pekerti yang bersangkutan. la akan memperoleh simpati dari orang lain apabila dalam pola hidupnya selalu mencerminkan ketegasan sikap yang diwarnai oleh ulah sikap simpatik yang memegang teguh sendi-sendi kesusilaan. Di dalam Tattwa diuraikan bahwa agama Hindu membimbing manusia

Ilustrasi moksa

Ada lima keyakinan yang disebut Panca Sradha yang mendasari segala aspek kehidupan bagi umat Hindu. Brahman, keyakinan terhadap Tuhan. Atman, keyakinan terhadap Atman (jiwa). Karmapala, keyakinan terhadap hukum karma. Punarbawa / Samsara, keyakinan terhadap penjelmaan kembali. Moksa, keyakinan terhadap penyatuan Atman dengan Brahman. Brahman Keyakinan terhadap Tuhan Agama Hindu mendidik umatnya untuk yakin akan adanya kemahaagungan Sang Hyang Widhi Wasa. Tuhan merupakan sumber segala yang ada di alam ini baik

Ilustrasi Jalan ke Surga

Sebenarnya agama Hindu mempunyai kerangka dasar kebenaran yang sangat kokoh karena masuk akal dan konseptual. Konsep pencarian kebenaran yang hakiki di dalam Hindu diuraikan dalam ajaran filsafat yang disebut Tattwa. Tattwa dalam agama Hindu dapat diserap sepenuhnya oleh pikiran manusia melalui beberapa cara dan pendekatan yang disebut Pramana. Ada tiga cara penyerapan pokok yang disebut Tri Pramana. Tri Pramana menyebabkan akal budi dan pengertian manusia dapat menerima kebenaran hakiki dalam

Ilustrasi Catur Warna

Catur Warna Kata Catur Warna berasal dari bahasa Sanskerta yang terdiri dari kata “Catur” berarti empat dan kata “warna” yang berasal dari urat kata “Wr” (baca: wri) artinya memilih. Catur Warna berarti empat pilihan hidup atau empat pembagian dalam kehidupan berdasarkan atas bakat (guna) dan keterampilan (karma) seseorang, serta kualitas kerja yang dimiliki sebagai akibat pendidikan, pengembangan bakat yang tumbuh dari dalam dirinya dan ditopang oleh ketangguhan mentalnya dalam menghadapi

Padmasana

Padmasana   Padmasana adalah lambang makrokosmos/ alam semesta yang merupakan Stana Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Çiwa Aditya). Padmasana dapat dibedakan atas 2 kriteria: Berdasarkan lokasi (menurut pengider- ider), padmasana terbagi menjadi 9 jenis berdasarkan lontar Wariga Catur Wisana sari: Padmakencana bertempat di Timur, menghadap ke Barat Padmasana bertempat di Selatan, menghadap ke Utara Padmasana Sari bertempat di Barat menghadap ke Timur Padmasana Lingga bertempat di Utara menghadap ke Selatan Padma Asta

Dasar Agama Hindu

Ajaran Agama Hindu dapat dibagi menjadi tiga bagian yang dikenal dengan “Tiga Kerangka Dasar”, dimana bagian yang satu dengan lainnya saling mengisi dan merupakan satu kesatuan yang bulat untuk dihayati dan diamalkan guna mencapai tujuan agama yang disebut Jagadhita dan Moksa. Tiga Kerangka Dasar tersebut adalah: Tattwa (Filsafat) Susila (Etika) Upacara / Yadnya Tattwa Sebenarnya agama Hindu mempunyai kerangka dasar kebenaran yang sangat kokoh karena masuk akal dan konseptual. Konsep

Hari Raya Nyepi

Hari Raya Nyepi Hari Raya Nyepi adalah hari pergantian tahun Saka (Isakawarsa) yang dirayakan setiap satu tahun sekali yang jatuh pada sehari sesudah tileming kesanga pada tanggal 1 sasih Kedasa. Rangkaian Perayaan Nyepi adalah : Melelasti, Tawur, Brata Penyepian, dan Ngembak Geni Melasti Melasti = melelasti = nganyudang malaning gumi ngamet Tirta Amerta. Menghanyutkan kekotoran alam menggunakan air kehidupan. Segara (laut) dianggap sebagai sumber Tirtha Amertha (Dewa Ruci, Pemuteran Mandaragiri).

Kata Pengantar

Om Swastyastu, Semakin lama semakin dirasakan keperluan akan adanya buku- buku ataupun brosur- brosur yang kecil tetapi praktis, yang berisikan petunjuk- petunjuk tentang sastra- sastra agama yang meliputi uraian- uraian tentang tatwa, sesana- sesana dan upakara yadnya. Semua ini dapat kita mengerti karena ia merupakan konsekuensi logis daripada adanya modernisasi, kemajuan dalam bidang teknologi, ilmu pengetahuan dan lain- lainnya yang pada gilirannya juga dapat menimbulkan terjadinya pergeseran nilai- nilai dalam

Penciptaan Alam dan Manusia

Proses Penciptaan Alam Semesta Ilustrasi Keadaan sebelum tercipta alam yang kita tempati sekarang   Alam semesta diciptakan dalam suatu proses evolusi yang panjang. Pada mulanya alam ini kosong, yang ada hanya Tuhan, sering disebut jaman “duk tan hana paran- paran anrawang anruwung” artinya ketika itu belum ada apa-apa dan semuanya belum menentu. Dengan kemahakuasaan-Nya, kemudian Sanghyang Widhi Wasa menciptakan dua kekuatan yang disebut Purusa yaitu kekuatan hidup (rohaniah) dan Prakerti (pradana)